JurnalPatroliNews -Jakarta – Israel terus menggempur Ibu Kota Lebanon, Beirut, meski mendapat ultimatum keras dari Amerika Serikat (AS), Rabu (16/10/2024).
Serangan ini merupakan bagian dari eskalasi besar antara Israel dan Hizbullah, kelompok milisi pro-Iran yang berbasis di Lebanon.
Beberapa saksi mata melaporkan adanya dua ledakan besar di dua lingkungan berbeda di Beirut, sementara gumpalan asap terlihat membubung di udara.
Militer Israel mengklaim serangan tersebut ditargetkan pada gudang senjata bawah tanah milik Hizbullah di kawasan Dahiyeh, pinggiran selatan Beirut yang merupakan basis utama kelompok tersebut.
“Langkah-langkah telah diambil untuk meminimalkan risiko korban sipil, termasuk memberikan peringatan dini kepada penduduk setempat,” ujar pernyataan militer Israel.
Eskalasi antara Israel dan Hizbullah bermula dari konflik antara Israel dan Hamas, milisi Palestina yang beroperasi di Gaza. Perang tersebut, yang dimulai pada 7 Oktober 2023, telah menewaskan hampir 42 ribu warga sipil di Gaza.
Hizbullah menyatakan keterlibatannya dalam konflik ini sebagai bentuk solidaritas terhadap Gaza. Intensitas serangan antara kedua belah pihak meningkat pesat pada September 2024 setelah ledakan yang menewaskan puluhan anggota Hizbullah.
Serangan udara Israel di Lebanon telah menewaskan lebih dari 2.350 jiwa dan menyebabkan seperempat wilayah negara tersebut harus diungsikan, dengan sekitar 1,2 juta orang terdampak.
Meskipun banyak negara Barat telah menyerukan gencatan senjata, termasuk Amerika Serikat, Israel terus melanjutkan serangannya.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyatakan keprihatinannya terhadap intensitas dan cakupan serangan bom di Beirut dalam beberapa minggu terakhir.
“Ini adalah sesuatu yang kami sampaikan dengan jelas kepada pemerintah Israel bahwa kami sangat prihatin dan menentangnya,” ujar Miller.
Serangan terakhir di Beirut sebelum ini terjadi pada 10 Oktober, menewaskan 22 orang dan meruntuhkan bangunan di salah satu lingkungan padat penduduk. Sementara itu, serangan rudal oleh Iran terhadap Israel pada awal Oktober semakin memperburuk ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, telah mengadakan kunjungan diplomatik ke Yordania, Mesir, dan Turki untuk menggalang dukungan guna menghentikan apa yang disebut Teheran sebagai “genosida dan agresi” Israel.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak usulan gencatan senjata sepihak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap upaya Prancis menggelar konferensi di Lebanon.
Komentar