JurnalPatroliNews – Jakarta – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin memanas seiring dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump yang semakin agresif terhadap Beijing.
Negara-negara di dunia pun mulai bersiap menghadapi kemungkinan dampaknya, termasuk Singapura yang telah mengantisipasi perlambatan ekonomi akibat situasi global ini.
Dalam pidato anggarannya di parlemen, Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong menegaskan bahwa meningkatnya persaingan geopolitik antara AS dan China akan berdampak besar pada perekonomian dunia. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Singapura tahun ini akan melambat akibat dinamika tersebut.
“Ketegangan ini akan mengubah lanskap ekonomi global dan menghambat pertumbuhan. Sebagai negara dengan ekonomi terbuka dan bergantung pada perdagangan internasional, Singapura pasti akan merasakan dampaknya,” ujar Wong, dikutip dari Reuters.
Data menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura mengalami pertumbuhan 4,4% pada 2024, meningkat dari 1,8% pada 2023. Namun, Kementerian Perdagangan memperkirakan laju pertumbuhan pada 2025 akan turun menjadi kisaran 1,0% hingga 3,0%. Wong pun menegaskan kembali proyeksi ini dalam pernyataannya pada Selasa.
Anggaran Singapura untuk tahun ini diperkirakan akan difokuskan pada pengendalian biaya hidup serta peningkatan sektor ketenagakerjaan. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipatif menjelang pemilu, di tengah pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dan tingkat inflasi yang rendah. Namun, ketidakpastian kebijakan perdagangan AS tetap menjadi tantangan bagi negara tersebut.
Sementara itu, Trump kembali menerapkan tarif impor sebesar 10% terhadap produk asal China. Langkah ini diklaim sebagai strategi untuk mengurangi defisit perdagangan antara AS dan China, yang selama ini dianggap merugikan Washington.
Komentar