Thailand Berlakukan Pajak Karbon, Langkah Nyata Menuju Dekarbonisasi

JurnalPatroliNews – Jakarta – Thailand akan mulai menerapkan kebijakan pajak karbon pada Maret 2025 sebagai bagian dari upaya menekan emisi gas rumah kaca. Dengan langkah ini, Thailand menjadi negara kedua di Asia Tenggara yang mengadopsi skema pajak karbon setelah Singapura.

Pajak ini akan dikenakan kepada perusahaan yang bergerak dalam produksi minyak bumi, seperti bensin dan bahan bakar penerbangan. Tarif yang ditetapkan mencapai 200 Baht (sekitar Rp95.000) per ton emisi karbon dioksida yang dilepaskan saat proses distribusi.

Menurut laporan Nikkei Asia pada Selasa, 4 Maret 2025, kebijakan pajak karbon ini untuk sementara akan menggantikan beberapa pajak komoditas yang telah ada. Diharapkan, penerapan pajak ini tidak akan membebani perusahaan maupun konsumen. Ke depannya, pemerintah Thailand juga mempertimbangkan peningkatan tarif secara bertahap untuk mendorong sektor industri mengurangi emisi mereka.

Pajak karbon menjadi salah satu strategi utama negara-negara di Asia Tenggara dalam mengatasi perubahan iklim dan mendorong transisi menuju industri yang lebih ramah lingkungan. Malaysia, misalnya, berencana menerapkan pajak karbon pada sektor baja dan energi mulai 2026, meskipun detail spesifik terkait tarif masih dalam tahap perumusan. Pendapatan yang diperoleh dari pajak tersebut rencananya akan dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.

Sementara itu, Indonesia telah mengesahkan kebijakan pajak karbon sejak 2021 dengan tarif Rp30.000 per ton emisi karbon dioksida. Namun, hingga kini, implementasi kebijakan tersebut terus mengalami penundaan.

Pajak karbon merupakan instrumen ekonomi yang diterapkan terhadap emisi COâ‚‚ yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak dan batu bara. Tujuan utamanya adalah mendorong perusahaan dan individu untuk lebih memperhatikan dampak lingkungan dari aktivitas mereka serta mengadopsi sumber energi yang lebih berkelanjutan.

Finlandia menjadi negara pertama yang memperkenalkan pajak karbon pada tahun 1990, yang kemudian diikuti oleh berbagai negara maju lainnya, seperti Prancis, Kanada, dan Jepang. Di kawasan Asia Tenggara, Singapura telah lebih dulu menerapkan pajak karbon sejak 2019 dengan tarif awal sebesar 5 Dolar Singapura per ton emisi karbon dioksida ekuivalen.

Sebelumnya, negara-negara berkembang sering kali beranggapan bahwa negara maju harus menanggung beban lebih besar dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Namun, meningkatnya kesadaran global mengenai urgensi dekarbonisasi telah mendorong negara-negara di Asia Tenggara untuk mulai menerapkan kebijakan pajak karbon.

Selain pajak karbon, Thailand juga menunjukkan perkembangan positif dalam perdagangan kredit karbon. Pada kuartal pertama tahun fiskal 2025, tercatat sekitar 101.894 ton setara karbon dioksida (tCOâ‚‚e) senilai 17,78 juta Baht telah diperdagangkan melalui skema Program Pengurangan Emisi Sukarela Thailand (T-VER). Sebagian besar kredit karbon tersebut berasal dari proyek energi terbarukan yang berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Langkah yang diambil Thailand dalam menerapkan pajak karbon serta mendorong aktivitas perdagangan kredit karbon menegaskan komitmen negara tersebut dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mewujudkan pembangunan yang lebih berkelanjutan.

Komentar