Tarif Trump Bikin Geger, Harga iPhone Bisa Tembus Rp36 Juta

JurnalPatroliNews – AS – Kebijakan dagang kontroversial dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengguncang pasar global. Keputusan terbarunya untuk menaikkan tarif impor secara drastis diprediksi akan memicu gelombang kenaikan harga barang konsumsi di Amerika Serikat, sekaligus menambah tekanan terhadap perekonomian dunia.

Trump resmi menetapkan tarif universal sebesar 10 persen untuk semua produk impor yang masuk ke AS angka tertinggi dalam lebih dari satu abad. Tak hanya itu, puluhan negara juga dikenakan tarif tambahan yang jauh lebih tinggi. Hasilnya? Harga barang-barang teknologi dan gaya hidup pun bisa melambung tajam.

Lembaga analis Rosenblatt Securities memperkirakan, jika Apple meneruskan beban tarif ini ke pembeli, harga iPhone model premium bisa melonjak hingga USD 2.300, atau setara Rp36,8 juta (kurs Rp16.000 per USD). Ini akan menjadi lonjakan harga yang mencolok bagi konsumen AS.

Gelombang dampak kebijakan ini mulai terasa. Raksasa otomotif Stellantis mengumumkan rencana untuk menghentikan produksi sementara, melakukan PHK massal di AS, dan bahkan menutup fasilitas pabrik di Kanada serta Meksiko. Di sisi lain, General Motors menyatakan akan meningkatkan produksi domestik sebagai respons atas tarif tersebut.

Dari sisi internasional, kritik mulai bermunculan. Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, menyatakan kekhawatirannya bahwa kebijakan tarif ini akan memperlambat ekonomi global yang kini sudah rapuh. Ia mendesak pemerintahan Trump agar membuka dialog dan menurunkan tensi konflik dagang.

Namun, pemerintahan Trump tampak bersikukuh. Menteri Perdagangan Howard Lutnick bersama penasihat ekonomi Peter Navarro menyatakan bahwa kebijakan tarif ini bersifat final, bukan sekadar strategi negosiasi. Anehnya, pernyataan Trump sendiri justru berbeda nada.

“Tarif adalah alat negosiasi yang sangat efektif. Saya sudah memakainya di masa jabatan pertama, dan sekarang kami akan bawa ini ke level yang lebih tinggi,” ujar Trump, dikutip dari Reuters, Sabtu (5/4/2025).

Sejak Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu, wacana tarif yang berubah-ubah telah menciptakan ketidakpastian bagi pelaku bisnis dan investor. Meski tarif baru dijadwalkan mulai berlaku pada 9 April, belum ada kepastian apakah kebijakan ini akan direvisi di menit-menit akhir.

James Lucier dari Capital Alpha menyebut langkah ini sebagai manuver yang tidak dirancang dengan matang. “Perdagangan global bukan permainan satu langkah. Langkah ini tampaknya tidak memberikan posisi negosiasi yang jelas bagi AS,” katanya.

Para ekonom juga memperingatkan bahwa lonjakan tarif bisa mempercepat inflasi, memicu resesi baru, dan membebani rumah tangga AS dengan tambahan pengeluaran ribuan dolar per tahun. Lebih jauh lagi, tindakan ini berpotensi meretakkan hubungan diplomatik AS dengan mitra-mitra utamanya di Asia—yang selama ini jadi kunci dalam menghadapi pengaruh ekonomi China.

Komentar