JurnalPatroliNews – Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, memberikan tanggapan terhadap kebijakan tarif terbaru yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyasar lebih dari 160 negara di dunia.
Tarif timbal balik ini diberlakukan kepada negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS dan dianggap merugikan ekonomi AS, khususnya pada barang impor.
Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagramnya, Wong menyatakan bahwa dunia telah berubah, dan kondisi saat ini dipastikan akan merugikan negara-negara seperti Singapura. “Pengumuman terbaru AS tentang kebijakan tarif ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi ruang untuk keraguan,” ujarnya pada Selasa (8/5/2024).
Menurut Wong, kebijakan ini menandai perubahan signifikan dalam struktur perdagangan global. “Ini adalah akhir dari era globalisasi yang berbasis pada aturan dan perdagangan bebas. Kita memasuki fase yang lebih proteksionis, sewenang-wenang, dan penuh risiko,” tambahnya.
Selama beberapa dekade, AS telah menjadi fondasi utama bagi ekonomi pasar bebas dunia. Negara tersebut sebelumnya memperjuangkan sistem perdagangan bebas dan memainkan peran kunci dalam pembentukan sistem perdagangan multilateral yang didukung oleh aturan dan norma yang jelas. Sistem ini memungkinkan negara-negara untuk mendapatkan manfaat yang saling menguntungkan melalui perdagangan, yang juga turut membawa stabilitas dan kemakmuran tidak hanya bagi AS tetapi juga bagi dunia.
Namun, meskipun sistem tersebut tidak sempurna, Wong menekankan bahwa banyak negara, termasuk Singapura, telah lama mendesak reformasi untuk memperbaiki sistem tersebut agar lebih efektif. “Namun, apa yang dilakukan AS sekarang bukanlah reformasi. Mereka justru meninggalkan sistem yang mereka ciptakan sendiri,” ujarnya.
Menurut Wong, kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan AS, yang memaksa negara lain untuk mengikuti ketentuan yang ditetapkan AS, adalah bentuk penolakan total terhadap sistem perdagangan WTO. Meskipun Singapura dikenakan tarif timbal balik yang lebih rendah, yakni 10%, dampaknya bisa jauh lebih besar dan lebih berbahaya dalam jangka panjang.
Wong mengingatkan, jika negara-negara lain mulai mengikuti jejak AS dan meninggalkan sistem WTO, serta beralih ke perdagangan bilateral dengan ketentuan masing-masing negara, maka hal ini akan menimbulkan masalah besar bagi banyak negara, terutama negara-negara kecil seperti Singapura. “Kami bisa terdesak dan tertinggal dalam persaingan global,” jelasnya.
Walaupun Singapura memutuskan untuk tidak memberikan tarif pembalasan terhadap AS, Wong menyebutkan bahwa negara-negara lain mungkin tidak akan menahan diri seperti yang dilakukan Singapura. “Kemungkinan perang dagang global semakin meningkat,” tambahnya.
Wong menegaskan bahwa dampak dari tarif yang lebih tinggi serta ketidakpastian mengenai langkah-langkah yang akan diambil negara-negara lain akan memberikan beban berat bagi perekonomian global. Hal ini berisiko mengganggu perdagangan dan investasi internasional, yang pada gilirannya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Karena ketergantungannya yang besar pada perdagangan, Singapura diperkirakan akan merasakan dampak yang lebih besar dibandingkan negara lain.
Komentar