JurnalPatroliNews – Washington, D.C. – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menyuarakan ketidaksenangannya terhadap gelombang serangan udara yang terus dilancarkan Rusia ke Ukraina. Di tengah upaya diplomatik untuk menghentikan konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir, Trump menyebut aksi militer Moskow sebagai “gila-gilaan.”
Berbicara kepada awak media di Gedung Putih pada Senin (7/4/2025) waktu setempat, Trump mengungkapkan kekecewaannya atas situasi terbaru di Ukraina. “Saya tidak senang melihat apa yang sedang terjadi. Rusia melancarkan serangan bertubi-tubi ke Kyiv dan sekitarnya, meskipun kami sudah hampir mencapai titik damai,” ujarnya, dikutip dari AFP.
Trump menegaskan bahwa meskipun negosiasi antara Moskow dan Kyiv telah menunjukkan tanda-tanda kemajuan, intensitas serangan yang meningkat dalam beberapa pekan terakhir membuat situasi semakin buruk. Ia menyebut kondisi tersebut sebagai “tidak ideal dan sangat menyedihkan.”
“Kami telah bertemu dengan kedua belah pihak. Kami sangat dekat dengan sebuah kesepakatan. Tapi serangan demi serangan membuat semuanya semakin rumit. Saya tidak suka dengan apa yang dilakukan Rusia minggu ini,” tambah Trump.
Trump juga mengungkap bahwa dirinya sempat marah dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Maret lalu. “Saya ingin mereka berhenti. Pengeboman ini bukanlah solusi,” tegasnya kepada wartawan beberapa hari sebelumnya, Minggu (6/4).
Menanggapi pernyataan Trump, pihak Kremlin menyatakan dukungannya terhadap kemungkinan gencatan senjata, namun mengakui bahwa masih banyak hal yang belum jelas mengenai pelaksanaannya. Sikap ini dinilai sebagian pihak sebagai bentuk taktik mengulur waktu oleh Rusia.
Sementara itu, Rusia tetap melanjutkan kampanye militernya tanpa henti, meski Trump sebelumnya pernah menyatakan keyakinannya dapat mengakhiri perang dalam 24 jam jika kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari nanti.
Upaya perdamaian sempat menemui hambatan ketika Kremlin menolak proposal gencatan senjata tanpa syarat yang diajukan oleh Amerika Serikat dan Ukraina bulan lalu.
Komentar