JurnalPatroliNews – Jakarta –Â Langkah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam menetapkan tarif balasan terhadap mitra dagang dunia dinilai berpotensi memperlambat pergerakan ekonomi internasional.
Menurut Myrdal Gunarto, Ekonom Pasar Global dari Maybank Indonesia, perang tarif antara AS dan Tiongkok bisa menimbulkan efek domino terhadap arus perdagangan antarnegara.
“Jika dilihat dari sisi konsumsi global, potensi penurunan cukup besar. Bila konsumsi melemah, maka secara otomatis kegiatan bisnis, terutama yang terkait investasi dan ekspansi usaha, juga akan ikut menurun,” kata Myrdal, Kamis (10/4/2025).
Sebagaimana diketahui, Tiongkok merespons kebijakan tarif masuk AS yang mencapai 104% dengan menaikkan bea masuk balasannya dari 34% menjadi 84%.
Menurut Myrdal, meski Tiongkok menjadi pihak yang terkena dampak signifikan, justru AS bisa mengalami kerugian lebih besar.
“Bisa saja nantinya Amerika yang justru terdampak paling berat, karena banyak barang strategis yang dikirim dari Tiongkok ke AS, seperti elektronik, senjata, hingga bahan peledak. Bila Tiongkok mengalihkan ekspor ini ke pasar lain, Amerika bisa merugi,” tambahnya.
Sementara itu, Ronny P Sasmita, Analis Senior dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution, menyoroti bahwa perlambatan ekonomi global telah dimulai sejak Trump menjabat presiden pada periode 2017–2021.
“Menariknya, ketika Joe Biden menjabat, ia tidak mengubah kebijakan dagang Trump, khususnya terhadap Tiongkok. Maka saat Trump kembali terpilih, tren perlambatan ekonomi global belum berubah dan masih berlanjut hingga kini, mempengaruhi negara-negara yang bergantung pada perdagangan internasional,” kata Ronny, Rabu (10/4/2025).
Ia menegaskan bahwa kebijakan tarif memainkan peran krusial dalam menentukan arah pertumbuhan ekonomi global, mengingat sejak tiga hingga empat dekade terakhir, perdagangan lintas negara sangat dominan terhadap pertumbuhan tersebut.
Bagaimana Dampaknya bagi Indonesia?
Myrdal mengingatkan bahwa meskipun porsi ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10%, dampaknya tetap perlu diwaspadai.
Industri padat karya menjadi sektor yang paling terdampak karena memiliki kontribusi ekspor cukup besar ke Negeri Paman Sam. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
“Kalau dihitung secara kasar, sekitar 2,05 juta pekerja bergantung pada industri seperti alas kaki, tekstil, karet, hingga furnitur. Maka dari itu, pemerintah harus aktif mengantisipasi risiko ini lewat pendekatan diplomatik yang lebih agresif,” tegas Myrdal.
Ronny juga menambahkan bahwa perlambatan ekspor Indonesia akibat menurunnya permintaan global dalam satu dekade terakhir telah turut menekan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Salah satu penyebab tingginya PHK di sektor manufaktur adalah karena permintaan dari pasar global yang terus menyusut,” jelasnya.
Komentar