JurnalPatroliNews – Jakarta – Perusahaan BUMN kembali mendapat sorotan dari DPR RI dalam Rapat Kerja (Raker) DPR RI dengan Kementerian BUMN, pada Senin kemarin (22/6/2020). Dalam Raker tersebut, terungkap bahwa ada 17 perusahaan BUMN yang mendapatkan dana bantuan pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai total Rp 143,63 triliun.
Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengatakan rapat ini ditujukan untuk meminta penjelasan kepada perusahaan-perusahaan yang mendapatkan dana dari pemerintah. Hal itu terkait dengan dana yang digelontorkan jumlahnya tidak kecil.
“Ini bukan jumlah yang kecil jadi kita harus tahu secara detail. Pencairan utang pemerintah Rp 108,48 triliun, PMN [penyertaan modal negara] Rp 15,5 triliun, dana talangan Rp 19,65 triliun,” kata Aria dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, Senin kemarin.
Adapun dana yang dimaksud diberikan dalam bentuk pencairan utang pemerintah senilai Rp 108,48 triliun. Pembayaran ini akan diberikan kepada PT Pertamina (Persero) Rp 40 triliun, PT PLN (Persero) Rp 48,46 triliun, PT Pupuk Indonesia (Persero) Rp 6 triliun dan PT KAI (Persero) Rp 300 miliar.
Selanjutnya ada Perum Bulog sebesar Rp 560 miliar, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) Rp 1 triliun. Sejumlah perusahaan BUMN Karya seperti PT Hutama Karya (Persero), PT Waskita KaryaTbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Kemudian ada PMN sebesar Rp 15,5 triliun yang akan diterima oleh PT Hutama Karya (Persero) Rp 7,5 triliun, PT PNM(Persero) Rp 1,5 triliun, PT BPUI (Persero) Rp 6 triliun dan ITDC sebesar Rp 500 miliar.
Lalu dana talangan sebesar Rp 19,65 triliun yang akan diberikan kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Rp 8,5 triliun, PT KAI Rp 3,5 triliun, Perum Perumnas Rp 650 miliar, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) Rp 4 triliun.
Adapun rapat ini dihadiri oleh seluruh direktur utama dan jajaran direksi lainnya dari 17 BUMN tersebut.
7 BUMN Rugi
Terkait dengan kondisi BUMN ini, saat rapat kerja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Komisi XI DPR, Senin (2/12/2019), kondisi BUMN juga sudah menjadi perhatian.
“Kalau dari sisi corporate government, kami akan duduk bersama [dengan Kementerian BUMN] untuk merancang perbaiki kinerja BUMN,” ujar Sri Mulyani saat ditemui di kompleks Senayan, Senin (2/12/2019).
Sri Mulyani saat itu juga mengatakan, pihaknya saat ini memberikan ruang terlebih dahulu kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan jajarannya untuk melakukan evaluasi BUMN yang merugi tersebut.
“Menteri BUMN sekarang sedang lakukan evaluasi dengan dua wamennya. Mereka sedang menjalankan itu nanti kami liat, bagaimana bentuk policy yang dibutuhkan BUMN tersebut,” kata Sri Mulyani melanjutkan.
Dia bahkan mengungkapkan ada 7 BUMN yang merugi pada 2018. Tujuh BUMN tersebut yakni PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan Krakatau Steel.
Persoalan ketujuh BUMN tersebut merugi karena berbagai alasan, di antaranya karena kinerja keuangan perusahaannya yang tidak efisien dan beberapa persoalan teknis lainnya.
Dari tujuh BUMN tersebut, dua di antaranya sudah mulai mencetak laba.
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS)
Bertahun-tahun menelan kerugian, emiten produsen baja pelat merah, Krakatau Steel Tbk menyampaikan prognosa laba bersih perseroan pada kuartal I-2020 sebesar US$ 20 juta atau sekitar Rp 320 miliar dengan asumsi kurs Rp 16.000/US$ dibandingkan dengan periode yang sama 2019.
Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim menjelaskan, prognosa perolehan laba bersih ini disebabkan karena perusahaan telah melakukan restrukturisasi utang besar-besaran pada awal tahun ini. Dengan demikian, beban utang perseroan mengalami penurunan.
“KRAS sudah bukukan profit setelah 8 tahun rugi. Bottom line [laba bersih] sudah positif di Q1, dari prognosa kemarin, sekitar US$ 20 juta di Q1-2020,” terang Silmy Karim, Jumat (27/3/2020) di Jakarta.
Sebagai perbandingan, pendapatan KRAS di kuartal I-2019 turun menjadi US$ 418,98 juta dari periode yang sama 2018 yakni US$ 486,17 juta, dengan menderita rugi bersih US$ 62,32 juta dari sebelumnya rugi bersih US$ 4,87 juta.
Pada awal tahun ini, emiten dengan kode saham KRAS ini sudah menyelesaikan proses restrukturisasi utang senilai US$ 2 miliar atau setara Rp 27,22 triliun (asumsi kurs Rp 13.611/US$ pada Januari). Ini merupakan restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Sepanjang 2019, data laporan keuangan mencatat, rugi bersih KRAS mencapai US$ 505,39 juta atau Rp 7,07 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), dari rugi bersih US$ 167,53 juta. Pendapatan turun menjadi US$ 1,42 miliar dari sebelumnya US$ 1,74 miliar.
PT Dirgantara Indonesia
Pemulihan kinerja perusahaan yang dikembangkan oleh mendiang Presiden BJ Habibie ini terungkap saat DPR Komisi VI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan BUMN Industri Strategis pada 12 Februari 2020 silam. Beberapa BUMN strategi itu yakni PT Pindad, PT INKA dan PT PAL, BUMN yang memproduksi pesawat terbang yakni Dirgantara Indonesia.
Saat paparan, disebutkan PTDI ternyata sudah mencatatkan laba bersih di 2019. Padahal di 2018 perseroan menderita kerugian hingga US$ 38,5 juta
Laba bersih PTDI pada 2019 tercatat US$ 10,5 juta atau setara dengan Rp 147 miliar. Laba bersih dipengaruhi oleh pendapatan perseroan yang naik hingga US$ 259,7 juta atau Rp 3,64 trilliun.
Pada 2019 PTDI memiliki 4 pesawat CN235 dan 6 pesawat NC212. Di 2021 nanti, perseroan berharap memiliki tambahan 2 pesawat CN235. PTDI berkantor pusat di Jl Pajajaran Nomor 154 Bandung dan memiliki pabrik di Batu Poron Surabaya dan Tasikmalaya.
(cnbc)
Komentar