Komisi III DPR Tunda Pembahasan RUU KUHAP demi Serap Aspirasi Publik

JurnalPatroliNews – Jakarta – DPR RI melalui Komisi III memutuskan untuk menunda kelanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Penundaan ini dilakukan agar publik memiliki ruang lebih luas dalam menyampaikan masukan terhadap draf regulasi penting tersebut.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, dalam keterangan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 17 April 2025, menegaskan bahwa DPR membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin memberi masukan terhadap RUU ini.

“Masyarakat bisa mengunduh draf RUU KUHAP melalui situs resmi DPR atau memintanya langsung ke Sekretariat Komisi III. Setiap bentuk saran dan kritik sangat kami harapkan,” ujar legislator dari Fraksi Gerindra tersebut.

Habiburokhman menekankan bahwa pembaruan KUHAP menjadi keharusan, mengingat peraturan hukum acara pidana yang sekarang telah berusia lebih dari empat dekade, dan belum mencerminkan dinamika serta kebutuhan hukum masa kini, apalagi setelah pengesahan KUHP baru yang akan efektif pada Januari 2026.

Ia menyoroti berbagai kelemahan KUHAP lama, terutama terkait minimnya perlindungan hukum bagi tersangka dan terbatasnya peran pendampingan hukum oleh advokat, yang sering kali berujung pada praktik penahanan semena-mena hingga dugaan kekerasan dalam proses penyidikan.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa versi terbaru dari RUU KUHAP membawa angin segar, terutama karena memuat perlindungan khusus bagi kelompok rentan—yang selama ini belum mendapat tempat dalam sistem peradilan pidana.

“Kelompok seperti anak-anak, penyandang disabilitas, hingga perempuan korban kekerasan akan mendapat perhatian dan perlindungan yang lebih proporsional dalam RUU KUHAP yang baru ini,” jelasnya.

Tak hanya itu, rancangan undang-undang ini juga dirancang untuk mengakomodasi prinsip keadilan restoratif, yang fokus pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban ketimbang hanya sekadar pemidanaan.

“Kami ingin sistem hukum kita lebih manusiawi, adil, dan sesuai nilai-nilai keadilan sosial,” tutup Habiburokhman.

Komentar