JurnalPatroliNews – Jakarta – Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat), Sugiyanto, memberikan kritik tajam terhadap wacana yang dilontarkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyebut akan memberikan gaji Rp10 juta per kepala keluarga jika terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Sugiyanto menyatakan bahwa pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak bisa diperlakukan semudah mengatur dana acara atau kepanitiaan, yang bisa dibagi sesuka hati.
“APBD adalah uang publik, bukan kas pribadi yang bisa dibagikan sembarangan tanpa kajian dan arah pembangunan yang jelas,” ujar Sugiyanto.
Ia menilai, dana daerah seharusnya digunakan untuk membiayai program yang berkelanjutan, berdampak luas, dan memperkuat daya saing wilayah. Memberikan bantuan uang tunai secara merata tanpa basis keadilan sosial dan produktivitas, menurutnya, justru berpotensi menimbulkan kerugian jangka panjang.
“Jika uang negara dibagi tanpa mempertimbangkan asas manfaat dan keberlanjutan, masyarakat bisa jadi malas, tidak mandiri, dan kehilangan dorongan untuk berkembang,” lanjutnya.
Sugiyanto memperingatkan bahwa masyarakat usia produktif bisa kehilangan motivasi untuk bekerja, belajar, dan berwirausaha apabila terlalu bergantung pada bantuan tunai. Ketergantungan ini bisa berujung pada lemahnya kemandirian dan menurunnya kualitas sumber daya manusia.
Ia juga menekankan, apabila kebijakan seperti itu diterapkan terus-menerus, bukan tidak mungkin keuangan daerah akan tergerus dan terancam bangkrut.
“Tanpa peningkatan produktivitas daerah, kebijakan seperti ini bisa berujung pada kehancuran fiskal,” ujarnya.
Dengan APBD DKI Jakarta tahun 2025 yang mencapai Rp91,34 triliun, Sugiyanto menjelaskan bahwa dana tersebut bukan uang tunai yang bisa dibagikan begitu saja. Anggaran itu telah dialokasikan ke berbagai kebutuhan, seperti:
- Belanja pegawai: 38,5% atau sekitar Rp35,1 triliun
- Belanja barang dan jasa: 22,2% atau Rp20,2 triliun
- Belanja modal: 21,1% atau Rp19,2 triliun
- Belanja lainnya (utang, hibah, bansos, subsidi): 18,2% atau sekitar Rp16,6 triliun
Jika harus mengalokasikan Rp20 triliun untuk menggaji masyarakat sebesar Rp2 juta per KK, maka Pemprov DKI akan menghadapi defisit besar yang dapat mengancam seluruh aktivitas pemerintahan dan layanan publik.
“Gagasan seperti ini tidak hanya tidak masuk akal secara fiskal, tapi juga bisa menjadi ‘jebakan Batman’ bagi siapa pun gubernur yang mencoba mewujudkannya,” pungkas Sugiyanto.
Komentar