JurnalPatroliNews – Jakarta — Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Mohammad Nuh, menegaskan bahwa pendirian Sekolah Rakyat merupakan langkah pencegahan jangka panjang terhadap kemiskinan struktural. Alih-alih menunggu hingga kemiskinan terjadi, program ini dirancang untuk memutus siklus kemiskinan dari akarnya.
“Selama ini kita baru bergerak setelah orang jatuh miskin. Lewat Sekolah Rakyat, kita berupaya mencegah anak-anak dari keluarga miskin agar tidak ikut terperosok dalam lingkaran kemiskinan,” ujar Nuh melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Sekolah Rakyat dirancang sebagai sekolah gratis dengan kurikulum nasional yang diperkaya dengan penguatan karakter, nilai-nilai keagamaan, keterampilan hidup, serta fasilitas berbasis teknologi digital. Sistem asrama (boarding school) juga diterapkan guna meringankan beban ekonomi siswa dari aspek kebutuhan harian.
Persiapan terus dikebut, baik dari segi infrastruktur maupun tenaga pengajar. Seleksi kepala sekolah dan guru tengah dilakukan, sementara calon siswa disiapkan agar siap secara mental dan akademik untuk mengikuti pendidikan yang ditawarkan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono menambahkan bahwa program ini telah dirancang menyeluruh dari hulu ke hilir. Ia menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat bukan sekadar solusi pendidikan, tetapi juga strategi sosial untuk mengangkat anak-anak dari keluarga miskin yang selama ini tersisih dari sistem pendidikan formal.
Agus mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp2,3 triliun untuk membangun 100 unit Sekolah Rakyat, yang ditargetkan mulai beroperasi pada bulan Juli mendatang.
Berbeda dari pendekatan reformasi pendidikan pada sekolah umum, Sekolah Rakyat dikembangkan sebagai solusi yang menjawab hambatan akses, pembiayaan personal, serta ketimpangan geografis yang kerap menyulitkan anak-anak dari kalangan rentan untuk mengakses pendidikan berkualitas.
Namun, tak semua pihak menyambut program ini tanpa catatan. Pengamat pendidikan Darmaningtyas menyoroti dua isu krusial: potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Sosial dan kementerian pendidikan lainnya, serta kekhawatiran akan munculnya segregasi sosial akibat model sekolah khusus bagi siswa miskin.
Menanggapi hal tersebut, Mohammad Nuh menegaskan bahwa Sekolah Rakyat tidak dirancang untuk menciptakan eksklusivitas. Ia menyebut contoh SMA Unggulan milik CT Arsa Foundation yang berhasil mendidik siswa kurang mampu menjadi lulusan berprestasi.
“Kita akan pastikan anak-anak Sekolah Rakyat tetap berinteraksi dengan lingkungan luar, agar tidak terkurung dalam sistem yang tertutup. Justru mereka harus siap bersaing di ruang publik,” pungkas Nuh.
Program ini menjadi harapan baru dalam upaya membangun pendidikan yang merata dan inklusif, serta menjadi bagian dari strategi besar untuk mengentaskan kemiskinan secara berkelanjutan.
Komentar