JurnalPatroliNews – Jakarta – Presiden Indonesia Prabowo Subianto menegaskan pentingnya mempercepat perundingan Code of Conduct (CoC) untuk Laut China Selatan dalam pertemuan resmi dengan Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu, 25 Mei 2025.
Dalam forum bilateral tersebut, Prabowo menyampaikan tekad Indonesia untuk terus memperkuat stabilitas dan kesejahteraan kawasan Asia Tenggara melalui kerja sama erat dengan Beijing. “Indonesia berkomitmen mewujudkan kawasan yang damai dan stabil bersama Tiongkok. Kami ingin memastikan keamanan kawasan demi kemajuan bersama,” ujar Prabowo.
Ia menyoroti bahwa CoC merupakan instrumen penting dalam meredam ketegangan yang kerap muncul akibat klaim wilayah yang tumpang tindih di Laut China Selatan. Menurutnya, keberhasilan perundingan CoC akan sangat menentukan arah stabilitas regional ke depan.
“Penyelesaian CoC adalah langkah strategis. Indonesia mendukung penuh proses percepatan negosiasinya, dan kami melihat RRT sebagai mitra kunci dalam pencapaian ini,” katanya menegaskan.
Pertemuan itu juga menghasilkan kemajuan di bidang keamanan maritim. Prabowo menyambut positif kerja sama antara Bakamla dan Penjaga Pantai Tiongkok, yang dikukuhkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU).
“MoU antara Bakamla dan China Coast Guard membuka ruang kolaborasi dalam berbagi informasi, penguatan kapasitas, serta menjaga keselamatan laut. Ini adalah langkah nyata membangun kepercayaan,” ungkap Prabowo.
Laut China Selatan merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, dengan nilai perdagangan lintas kawasan mencapai lebih dari US$3 triliun per tahun. Di balik kepentingan ekonomi tersebut, wilayah ini menyimpan potensi konflik karena sengketa wilayah antara Tiongkok dan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, serta wilayah utara Indonesia di sekitar perairan Natuna.
Sejak 2002, ASEAN dan Tiongkok sebenarnya telah menyepakati Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DoC), sebuah kesepahaman politik non-mengikat untuk menjaga perdamaian. Namun, pelanggaran kerap terjadi—mulai dari pembangunan instalasi militer, pengambilan sumber daya alam, hingga penguatan klaim teritorial oleh Tiongkok.
Karena itu, perundingan CoC yang mengikat secara hukum menjadi prioritas bersama. Kesepakatan ini diharapkan dapat menetapkan aturan tegas tentang navigasi bebas, pencegahan militerisasi, serta mekanisme penyelesaian sengketa.
Pada 2023 lalu, ASEAN dan Tiongkok menyepakati Guidelines to Accelerate Negotiations of the CoC, sebuah kerangka panduan untuk mempercepat pembahasan pasal-pasal utama dalam CoC.
Hingga kini, pembahasan teknis masih berlangsung intensif, dengan fokus pada poin-poin strategis seperti batasan aktivitas militer, transparansi klaim, dan jaminan akses laut bebas bagi semua pihak.
Komentar