JurnalPatroliNews – Jakarta – Tiga warga negara Indonesia mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meninjau ulang aturan soal batas minimal pendidikan calon presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Mereka menilai, syarat tersebut tak lagi mencerminkan kebutuhan zaman.
Permohonan itu teregistrasi dalam Perkara Nomor 87/PUU-XXIII/2025 dan dibacakan pada Sidang Pendahuluan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa, 3 Mei 2025.
Permohonan ini diajukan oleh Hanter Oriko Siregar dan Daniel Fajar Bahari Sianipar keduanya berprofesi sebagai advokat bersama Horison Sibarani, seorang mahasiswa.
Mereka menggugat ketentuan Pasal 169 huruf r UU Pemilu yang menyatakan bahwa capres dan cawapres hanya diwajibkan mengenyam pendidikan paling rendah setingkat SMA atau yang sederajat. Dalam pandangan Hanter, syarat ini tak memadai untuk menghadapi tantangan kepemimpinan nasional yang semakin kompleks.
“Lulusan SMA hanya dibekali pengetahuan umum, belum sampai pada pemahaman mendalam mengenai pemerintahan dan tata kelola negara,” ujarnya, dikutip dari situs resmi MK, Rabu 4 Mei 2025.
Ia menekankan bahwa pemahaman tentang struktur lembaga negara seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta kemampuan analisis terhadap persoalan global, biasanya hanya diajarkan di tingkat perguruan tinggi.
Selain itu, Hanter menyoroti peran vital presiden sebagai pengusul RUU yang memiliki dampak luas pada kehidupan rakyat. Menurutnya, dalam konteks global yang penuh ketidakpastian saat ini, kepala negara dituntut memiliki wawasan geopolitik dan pemahaman ekonomi internasional yang mumpuni.
“Presiden bukan hanya pemegang kekuasaan eksekutif, tapi juga representasi kehormatan bangsa di kancah dunia. Maka, kita butuh pemimpin dengan kedalaman pengetahuan dan kesadaran global yang tidak bisa hanya dibekali lewat pendidikan menengah,” tambahnya.
Komentar