JurnalPatroliNews – Jakarta – Pelaku industri tekstil di Indonesia tengah menantikan kepastian hukum terkait regulasi impor produk pakaian jadi. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong percepatan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur tata niaga dan pengawasan impor tekstil dan produk turunannya.
Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, menyampaikan bahwa keterlambatan revisi beleid tersebut berpotensi menghantam sektor tekstil nasional secara serius. “Tanpa aturan yang jelas, arus barang impor yang membanjiri pasar dalam negeri bisa membuat banyak pelaku usaha gulung tikar,” ujar Jemmy dalam pernyataan resminya di Jakarta, Senin, 9 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa lemahnya penindakan terhadap praktik impor ilegal makin memperparah tekanan terhadap produsen dalam negeri. Menurutnya, upaya Menteri Perdagangan Budi Santoso untuk mempercepat finalisasi perubahan Permendag No. 8 Tahun 2024 sangat diapresiasi oleh industri.
“Revisi ini bukan hanya soal administrasi, tapi menyangkut kelangsungan usaha, lapangan kerja, dan stabilitas ekonomi nasional,” tegasnya.
Jemmy juga menyoroti dinamika perdagangan global, khususnya penerapan tarif timbal balik oleh Amerika Serikat terhadap China dan beberapa negara lain. Kondisi ini, lanjutnya, menjadikan Indonesia sebagai pasar alternatif bagi produk pakaian jadi murah dari luar negeri yang mencari celah distribusi baru.
Mengacu pada data ekspor tekstil ke AS tahun 2023, China masih memimpin dengan nilai pengiriman mencapai 16,4 miliar dolar AS (20,7% pangsa pasar), diikuti oleh Vietnam dengan 15,5 miliar dolar AS (19,6%). Indonesia, bersama India, masih tertinggal jauh dengan hanya 6,4% (5,1 miliar dolar) dan 6,2% (4,9 miliar dolar) masing-masing.
Melihat hal ini, Jemmy menekankan pentingnya melindungi pasar domestik sebagai penyangga utama ketika ekspor lesu. “Ketika pasar global tidak stabil, kekuatan konsumsi dalam negeri harus dimaksimalkan agar industri kita tetap bisa bertahan,” ungkapnya.
Langkah melindungi pasar lokal dari serbuan produk impor, menurutnya, harus diwujudkan lewat kebijakan yang tepat sasaran dan pengawasan yang konsisten. Ia menegaskan bahwa industri tekstil merupakan sektor padat karya yang berperan besar dalam menyerap tenaga kerja serta menyumbang devisa negara.
“Kalau regulasi datang terlambat, kita bisa kehilangan sektor strategis ini. Pasar domestik adalah garis pertahanan terakhir yang harus dijaga,” tutupnya.
Komentar