JurnalPatroliNews – Jakarta –Â Sejak hari Jumat lalu, kawasan Los Angeles, California, menyaksikan kerusuhan besar yang bermula dari aksi protes damai namun kemudian berubah menjadi kerusuhan yang brutal, memicu penangkapan massal dan penyebaran kekacauan ke sejumlah kota lain di Amerika Serikat.
Kronologi Insiden dan Penyebab Utama
Akar dari kerusuhan ini bermula dari operasi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh ICE dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) di kawasan padat imigran seperti Garment District dan Compton. Dalam operasi tersebut, puluhan migran ditangkap dengan tuduhan menghalangi proses hukum. Tindakan ini memicu gelombang unjuk rasa di pusat kota, yang awalnya berlangsung tertib namun kemudian berubah menjadi kerusuhan saat polisi membubarkan massa dengan gas air mata dan peluru karet.
Akibat kekerasan tersebut, sejumlah kendaraan dibakar dan fasilitas umum, termasuk kendaraan otonom Waymo, mengalami kerusakan. Wali Kota Los Angeles, Karen Bass, mengutuk keras tindakan federal ini, menyatakan bahwa operasi tersebut menimbulkan ketakutan nyata di masyarakat.
Data resmi menyebutkan bahwa ICE telah menangkap 44 migran ilegal pada hari Jumat, sementara total penangkapan mencapai 77 orang tanpa rincian lengkap. Selain itu, Kedutaan Besar Indonesia di Los Angeles menginformasikan bahwa dua warga negara Indonesia, ESS (perempuan, 53 tahun) dan CT (laki-laki, 48 tahun), juga ikut diamankan dalam razia tersebut.
Respon Militer dan Kontroversi
Menanggapi kerusuhan yang meluas, Presiden Donald Trump memerintahkan pengiriman sekitar 4.000 personel militer, terdiri dari 2.000 anggota Garda Nasional dan Marinir. Langkah ini menuai kritik keras dari Gubernur California, Gavin Newsom, yang menyatakan bahwa pengiriman pasukan dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah negara bagian.
“Kita berbicara tentang ego presiden, bukan soal keamanan,” tegas Newsom dalam konferensi pers hari Senin. Ia memperingatkan bahwa pengiriman militer tanpa persetujuan hukum berpotensi melanggar Posse Comitatus Act, yang membatasi peran militer dalam urusan sipil domestik.
Latar Belakang dan Tujuan Operasi
Operasi penangkapan ini merupakan bagian dari upaya besar-besaran Presiden Trump untuk menjalankan “deportasi terbesar dalam sejarah AS.” Los Angeles, yang memiliki populasi imigran non-asing lebih dari sepertiga, menjadi pusat dari strategi ini. Pada awal Mei, ICE mengumumkan penangkapan 239 migran tanpa dokumen selama operasi selama satu minggu di wilayah tersebut, namun target awal yang diharapkan jauh melampaui angka tersebut.
Target pemerintah kemudian diperluas, mencakup pencarian di tempat kerja seperti restoran dan toko ritel, bahkan termasuk rencana memindahkan migran ke pusat penahanan besar di El Salvador. Beberapa dari mereka bahkan yang secara hukum sudah memiliki status legal di AS ikut terlibat dalam operasi besar ini.
Dampak Politik dan Ekonomi
Kerusuhan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan politik menjelang Pemilihan Presiden AS 2025. Langkah keras pemerintahan Trump dilihat sebagai usaha memperkuat basis pemilih konservatif, namun di sisi lain menimbulkan keprihatinan di kalangan pelaku pasar dan investor. Pasar properti di Los Angeles disebut mengalami tekanan, terutama di daerah yang terdampak langsung, sementara kehadiran militer di pusat kota dan area bisnis dianggap dapat mengganggu aktivitas ekonomi, apalagi menjelang even internasional seperti Piala Dunia 2026 dan Olimpiade Los Angeles 2028.
Menurut analis dari Morningstar Capital, “Ketegangan sosial dan politik yang semakin meningkat bisa berdampak jangka panjang terhadap iklim investasi di wilayah ini.”
Komentar