Toyota Tuntut Pemerintah Lokal Afrika Selatan Rp6,8 Triliun Imbas Banjir

JurnalPatroliNews – Jakarta – Raksasa otomotif Jepang, Toyota, melalui perusahaan asuransinya, resmi mengajukan gugatan senilai 6,5 miliar rand (sekitar Rp6,8 triliun) terhadap sejumlah entitas pemerintahan lokal di Afrika Selatan.

Langkah ini merupakan buntut dari kerusakan besar akibat banjir yang menerjang pabrik Toyota di Prospecton, Durban, pada tahun 2022.

Diberitakan Japan Times pada Sabtu, 21 Juni 2025, gugatan tersebut didaftarkan oleh Tokio Marine & Nichido Fire Insurance, pihak penanggung asuransi Toyota South Africa Motors, ke Pengadilan Tinggi Durban. Dalam gugatannya, mereka menuntut tiga pihak sekaligus: Transnet SOC (perusahaan logistik milik negara), Departemen Transportasi Provinsi KwaZulu-Natal, serta Pemerintah Kota Durban (eThekwini Municipality).

Toyota menyebut banjir yang melumpuhkan operasional pabrik selama empat bulan itu tidak sepenuhnya disebabkan oleh bencana alam, melainkan diperparah oleh kelalaian pengelolaan infrastruktur. Sistem drainase dan aliran air dinilai buruk serta tidak terpelihara, yang membuat air hujan meluap tanpa kendali.

Akibat insiden tersebut, kerugian fisik pabrik diperkirakan mencapai 4,5 miliar rand, ditambah 2 miliar rand dari hilangnya produksi. Bahkan, dari sisi penjualan, Toyota memperkirakan kehilangan pendapatan lebih dari 27 miliar rand karena kapasitas produksi sempat anjlok hingga 33 persen di tahun itu.

Pabrik Prospecton sendiri memproduksi berbagai kendaraan populer seperti Hilux, Fortuner, Corolla Cross, Quest, HiAce, dan kendaraan komersial Hino. Sekitar 50 persen dari hasil produksi pabrik tersebut diekspor ke berbagai negara, terutama di kawasan Eropa.

Banjir dahsyat yang melanda KwaZulu-Natal pada 2022 sempat dinyatakan sebagai bencana nasional oleh pemerintah Afrika Selatan, dan menewaskan lebih dari 400 orang.

Seorang pengamat hukum lokal menyatakan bahwa jika gugatan ini dimenangkan Toyota, bukan tidak mungkin gelombang tuntutan serupa akan datang dari perusahaan lain yang mengalami kerugian karena bencana tersebut. Hal itu dapat membuka preseden hukum baru mengenai tanggung jawab pemerintah dalam mitigasi risiko bencana.

Komentar