Konspirasi Hasto dan Djan Faridz, Akankah Terungkap di Pengadilan?

Oleh: Andre Vincent Wenas

Proses peradilan atas delik perintangan penyidikan dan suap di kasus Harun Masiku dengan tertuduh Hasto Kristiyanto sedang berjalan di pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi). Banyak drama dipertontonkan di teater meja hijau itu.

Para pendukung Hasto Kristiyanto, atau yang biasa disebut “TerHas” (Ternak Hasto) masih saja menyanyikan kredo “tidak ada kerugian negara” sambil menegasikan kebobrokan tiang demokrasi negara yang diakibatkannya. Inilah teater kemunafikan “par-excellence” alias hipokrisi yang paripurna.

Dengan mendengar kesaksian Riezky Aprilia di persidangan, publik jadi semakin jelas dan terang benderang bagaimana peran Hasto dalam memperkosa demokrasi atas nama “perintah partai”. Riezky Aprilia pun berani melawan kesewenang-wenangan yang dialaminya dengan menyebut Hasto “Anda sekjen partai, tapi bukan Tuhan!”. Dan akibat dari buntut peristiwa itu kita jadi nobar proses pengadilan Hasto sampai sekarang.

Andaikata saja Riezky Aprilia nrimo dan rela posisinya digantikan Harun Masiku, pastilah semua bakal pura-pura adem-ayem seolah tak terjadi apa-apa. Hasto bakalan masih terhormat di kursi sekjen dan kemungkinan (probabilitas)nya untuk jadi “Ketum sementara” bisa semakin menguat. Sambil mempersiapkan Puan atau Nanan tumbuh matang untuk nanti mengambil alih posisi Ketum Partai.

Karena mereka berdua (Puan dan Nanan) sementara ini masih dianggap belum cakap untuk memimpin (to lead) dan mengelola (to manage) partai sebesar itu. Harapannya, dengan “bimbingan dan arahan” Hasto transisi kepemimpinan di partai itu bisa berjalan mulus. Paling tidak begitulah harapan kubu Hasto.

Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, faktanya Riezky Aprilia melawan dan Harun Masiku kabur (disuruh kabur), maka keadaan jadi runyam. Sementara proses pengadilan jalan terus, bau busuk sandiwara politik kemunafikan semakin menganga. Drama pengadilan Hasto menyaingi rasa penasaran drama korea. Kejutan apa lagi yang bakal terkuak di episode (sidang) selanjutnya?

Banyak pengamat bilang, sebetulnya ada skenario awal yang jauh lebih idealis, yaitu memosisikan Jokowi sebagai calon ketum, sementara Puan atau Nanan mematangkan diri agar pantas duduk di kursi puncak partai.

Tapi skenario yang ideal ini ditentang kubu Hasto lantaran bisa menghalangi ambisi mereka sendiri untuk menguasai partai besar ini. Para ternak Hasto pun terus menggonggong sampai akhirnya terjadi peristiwa Senin, 16 Desember 2024, Jokowi dipecat dari keanggotaan partai.

Jalan cerita berbelok (atau dibelokkan) jadi simpang siur seperti sekarang ini. Skenario jadi awut-awut (istilah dari Megawati sendiri), dan yang mengawut-awut adalah akibat ulah kubu Hasto dan para ternaknya yang sibuk mengorkestrasi fitnah dan hoaks kesana dan kemari. Publik pun jadi muak.

Realitas proses pengadilan Hasto semakin hari semakin membuka banyak borok di belakang tabir yang selama ini menutupi banyak praktek kemunafikan. Para tokoh partai ini malah memainkan peran yang semakin menguatkan jalan cerita film “Keroposnya Tanduk Banteng”. Dan ini sekaligus mengajak penonton untuk menyaksikan serial lanjutannya yang berjudul “Jangan Coblos Moncong Pucat”.

Setiap habis sidang selalu saja tim pembela Hasto menyelenggarakan konperensi pers, sementara tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tetap tenang dan fokus pada penuntutannya.

Konperensi pers oleh Hasto maupun tim pembelanya selalu saja berputar di tema “daur ulang”, “putusan yang sudah inkracht”, “tidak relevan” dan akhirnya Hasto adalah “korban politisasi” maka ia jadi “tahanan politik”. Ini perlu diulang-ulang agar kebohongan bisa diterima sebagai kebenaran. Fabrikasi narasi sebagai teknik propaganda.

Satu peristiwa penting yang belum diungkap di pengadilan adalah tentang penggeledahan rumah Djan Faridz. Peristiwanya terjadi pada 22 Januari 2025 di rumah mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Djan Faridz adalah juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Dari penggeledahan itu disita sejumlah besar uang yang diduga diperuntukan untuk menyuap mantan Hakim Agung M.Hatta Ali. Pagi hari Sabtu, 22 Maret 2025 rencananya KPK akan melakukan Operasi Tangkap Tangan di lapangan golf Pondok Indah, tapi M.Hatta Ali batal datang. Katanya info OTT ini sudah bocor duluan. KPK pun tidak tinggal diam, malam harinya langsung meluncur ke kediaman Djan Faridz di Kawasan Menteng itu untuk melakukan penggeledahan.

Dokumen, barang bukti elektronik (BBE) dan sejumlah uang (tidak disebutkan berapa jumlahnya) disita dari rumah Djan Faridz. Namun dugaan kuat menyebutkan uang tersebut yang bakal diserahkan ke M.Hatta Ali untuk keperluan operasi membatalkan status tersangka Hasto. Selanjutnya kita sudah mendengar banyak berita mengenai ini di berbagai media.

Sekarang kita tinggal menunggu cerita apa lagi yang bakal diungkap dari episode Djan Faridz ini. Dia yang sudah lama mengenal Hasto, sudah pernah diskusi serius dengan Hasto di ruang M.Hatta Ali dan peristiwa itu pun difoto oleh Harun Masiku. Foto itu dikirim oleh Harun Masiku ke Saeful Bahri, dan kemungkinan dipamerkan pula oleh Harun ke relasinya (ini dugaan).

Inti cerita, belum semua saksi dihadirkan oleh KPK. Harap sabar.

Jakarta, Selasa 24 Juni 2025
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Komentar