Iran Cabut Kerja Sama dengan IAEA Usai Serangan AS-Israel Hantam Fasilitas Nuklir

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Iran secara resmi menghentikan seluruh bentuk kolaborasi dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), menyusul hancurnya sejumlah fasilitas nuklir mereka akibat serangan gabungan Amerika Serikat dan Israel dalam konflik yang berlangsung selama 12 hari.

Kantor berita resmi Iran melaporkan bahwa keputusan ini mengacu pada disahkannya undang-undang baru oleh parlemen Iran. Setelah disetujui oleh Dewan Wali dan ditandatangani langsung oleh Presiden Masoud Pezeshkian, regulasi tersebut kini telah berlaku secara sah.

Meski isi undang-undang tersebut tidak menguraikan langkah teknis secara rinci, media lokal menyebutkan sejumlah pembatasan terhadap pengawasan internasional.

Menurut laporan ISNA yang mengutip pernyataan anggota parlemen Alireza Salimi, inspektur IAEA nantinya hanya bisa mengakses situs nuklir Iran dengan izin khusus dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi negara tersebut.

Selain itu, anggota parlemen lainnya, Hamid Reza Haji Babaei, dikutip oleh kantor berita Mehr, menyampaikan bahwa Iran akan menghentikan penggunaan kamera pemantau milik IAEA di berbagai fasilitas nuklirnya. Meski belum dipastikan apakah hal ini juga tertuang dalam aturan hukum baru, indikasi arah kebijakan Iran kini semakin jelas.

Langkah ini diklaim bertujuan memperkuat hak Iran dalam pengayaan uranium sesuai Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), serta menegaskan kedaulatan penuh terhadap pengelolaan energi nuklir nasional.

Keputusan ini langsung menuai reaksi keras dari dunia internasional. Amerika Serikat menyebut kebijakan Teheran sebagai langkah yang kontraproduktif terhadap upaya perdamaian. Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyayangkan sikap Iran yang dianggap menjauh dari peluang menuju stabilitas kawasan.

Sementara itu, Jerman menyebut kebijakan ini sebagai “tanda bahaya besar”, menurut pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Martin Giese. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui juru bicaranya juga mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap keputusan sepihak tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam perang yang memanas pertengahan Juni lalu, fasilitas nuklir Iran seperti Fordow, Natanz, dan Isfahan mengalami kerusakan berat. Iran menuduh AS terlibat langsung dalam operasi militer, termasuk peluncuran bom penghancur bunker GBU-57 serta rudal Tomahawk dari kapal selam Amerika yang menghantam situs-situs strategis.

Menlu Iran, Abbas Araghchi, menyebut dampak dari serangan tersebut sangat serius, dengan korban jiwa mencapai lebih dari 900 orang termasuk ilmuwan nuklir serta tokoh militer senior.

Komentar