MK Cabut Pasal Pilkada yang Dinilai Rugikan Pemantau Pemilu

JurnalPatroliNews – Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan yang diajukan Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (DPD-LPRI) Kalimantan Selatan terhadap Pasal 128 huruf k dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

“Pasal 128 huruf k dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 dinyatakan inkonstitusional dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum tetap,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan putusan di gedung MK, Kamis (3/7/2025).

Majelis hakim menyatakan dalil DPD-LPRI bahwa pasal tersebut telah mencederai hak konstitusional mereka atas kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dinilai berdasar dan sah menurut hukum.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa frasa “kegiatan lain” dalam pasal tersebut terlalu luas dan terbuka untuk berbagai tafsir, sehingga memungkinkan aparat penegak hukum menafsirkan kegiatan pemantauan secara sewenang-wenang sebagai pelanggaran.

“Frasa tersebut tidak memiliki batasan yang jelas, dan dalam konteks hukum pidana maupun administrasi, ketidakjelasan seperti ini bisa menimbulkan ketidakadilan,” tegas Arief. Ia menyebutnya sebagai “pasal karet” yang berpotensi digunakan secara tidak proporsional karena tidak ada kriteria objektif dalam implementasinya.

Selain tidak adanya batasan tegas, Arief juga menyoroti bahwa sanksi terhadap pelanggaran pasal itu baru dimunculkan lewat perubahan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 dan tidak lagi dicantumkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Inkonsistensi ini, menurut MK, melanggar prinsip negara hukum yang demokratis.

Mahkamah menegaskan bahwa dalam sistem demokrasi, keberadaan lembaga pemantau pemilu harus dijamin independensinya, termasuk bebas dari tekanan penyelenggara pemilu yang memiliki kewenangan mencabut akreditasi. Pemantau pemilu justru merupakan elemen penting dalam menjaga integritas pemilu, terutama dalam kontestasi dengan hanya satu pasangan calon.

Pendapat Berbeda

Putusan ini tidak bulat. Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh mengeluarkan dissenting opinion. Ia mempertanyakan legal standing pemohon yang diwakili oleh Syarifah Hayana sebagai Ketua DPD-LPRI Kalsel, mengingat akreditasi lembaga tersebut telah dicabut oleh KPU Kalimantan Selatan sejak 23 Mei 2025. Menurut Daniel, pemohon tidak lagi memenuhi syarat hukum sebagai lembaga pemantau pemilu yang sah.

Latar Belakang Gugatan

DPD-LPRI menggugat pasal tersebut karena merasa dirugikan secara konstitusional setelah akreditasi mereka sebagai pemantau PSU Pilwalkot Banjarbaru dicabut. Dalam permohonannya, DPD-LPRI menyebut telah mengalami tekanan, intimidasi, hingga ancaman dari pihak-pihak tertentu di Kalimantan Selatan usai mereka mengajukan sengketa Pilkada ke MK.

Komentar