Penulisan Ulang Sejarah oleh Menbud Fadli Zon Picu Polemik, Puan Maharani: Fakta Tak Boleh Dihapus

JurnalPatroliNews – Langkah Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang tetap melanjutkan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat, khususnya menyangkut peristiwa penting dalam Reformasi 1998.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, angkat suara merespons polemik tersebut. Ia menegaskan bahwa setiap proses penyusunan ulang sejarah harus dilakukan dengan adil dan transparan, tanpa menghapus peran siapa pun.

“Penulisan sejarah harus dilakukan secara terang dan jujur. Tidak boleh ada satu pihak pun yang dilupakan atau dihilangkan jejaknya. Semua harus saling menghormati dalam menyikapi hal ini,” ujar Puan kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Juli 2025.

Puan, yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan, menyampaikan bahwa fakta sejarah adalah fondasi penting yang wajib dijaga dan diakui keberadaannya. Ia mengingatkan agar Kementerian Kebudayaan tetap menjunjung tinggi keaslian sejarah dalam proyek penulisan ulang tersebut.

“Fakta sejarah itu harus dihormati, jangan sampai dianggap sepele atau diabaikan,” tegasnya.

Menurut Puan, peristiwa Reformasi 1998 tidak boleh dilepaskan dari pernyataan resmi Presiden RI ke-3, BJ Habibie, dalam pidato kenegaraan yang memuat poin-poin penting tentang kondisi bangsa kala itu. Ia menilai pidato tersebut merupakan dokumen sejarah yang tak bisa dikesampingkan.

Pernyataan Puan muncul sebagai tanggapan terhadap keterangan Fadli Zon dalam rapat bersama Komisi X DPR pada Rabu, 2 Juli 2025. Dalam rapat tersebut, Fadli menilai bahwa penulisan sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya terlalu menonjolkan tokoh-tokoh yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menanggapi hal itu, Puan menyarankan agar proyek penulisan ulang sejarah tetap mengacu pada fakta-fakta yang telah diakui secara akademis, termasuk oleh para sejarawan nasional.

“Kalau ada fakta sejarah yang diakui bahkan oleh presiden kala itu, seperti Pak Habibie, dan didukung oleh sejarawan, tentu harus dihargai. Itu bagian dari perjalanan bangsa yang tidak boleh dihapus,” tegasnya lagi.

Puan menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa sejarah adalah milik semua rakyat Indonesia, sehingga dalam menulis ulangnya, seluruh pihak harus dilibatkan dan dihormati tanpa terkecuali.

Komentar