JurnalPatroliNews – Banda Aceh – Aliansi Rakyat Aceh Menggugat menyatakan penolakannya terhadap rencana pembentukan Batalyon Teritorial baru di lima wilayah Aceh. Mereka menuntut agar TNI Angkatan Darat mengembalikan pengelolaan tanah wakaf Blang Padang kepada Masjid Raya Baiturrahman.
Dalam aksi unjuk rasa yang digelar Senin (7/7), massa menyebut pendirian batalyon baru di Kabupaten Nagan Raya, Pidie, Aceh Timur, Gayo Lues, dan Aceh Tengah telah melanggar kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia dalam MoU Helsinki 2005. Salah satu pasal dalam perjanjian itu menetapkan jumlah maksimal personel militer aktif di Aceh sebanyak 14.700 orang.
“Berdasarkan data yang kami kumpulkan, jumlah personel TNI di Aceh saat ini sudah mendekati 18 ribu. Jika batalyon baru ini jadi dibentuk, maka angka itu akan semakin melonjak. Ini jelas melanggar MoU Helsinki,” ujar Yulinda, koordinator aksi.
Ia menambahkan, Aceh dalam kondisi damai selama hampir dua dekade terakhir. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada alasan mendesak untuk menambah kehadiran militer di provinsi tersebut.
“Kami mempertanyakan logikanya. Apakah ada gejolak keamanan di Aceh saat ini? Tidak ada. Jadi untuk apa batalyon tambahan ini didirikan?” katanya.
Lebih jauh, aliansi ini juga menyoroti potensi penguasaan tanah oleh militer yang dikhawatirkan bisa merugikan hak-hak masyarakat adat dan warga setempat, terutama di daerah yang kaya sumber daya alam.
“Kami khawatir penambahan batalyon ini menjadi pintu masuk penguasaan atas tanah rakyat, termasuk lahan-lahan tambang. Jika ini dibiarkan, rakyat Aceh tidak akan mendapatkan apa-apa dari kekayaan daerahnya,” tegas Yulinda.
Dalam tuntutannya, massa aksi juga mendesak agar pengelolaan lahan wakaf Blang Padang, yang saat ini masih berada di bawah kendali TNI AD melalui Kodam Iskandar Muda, dikembalikan kepada nazir sah, yakni Masjid Raya Baiturrahman.
Menanggapi penolakan tersebut, Kepala Staf Kodam Iskandar Muda Brigjen TNI Ayi Supriatna menjelaskan bahwa pembentukan batalyon baru adalah bagian dari kebijakan nasional untuk memperkuat sistem pertahanan, sekaligus mendukung pembangunan daerah.
“Batalyon ini bukan hanya fokus pada pertahanan, tetapi juga dilengkapi dengan kemampuan sipil seperti pertanian, peternakan, kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur. Ini untuk menjawab kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Batalyon yang direncanakan akan mencakup sembilan kompi dengan fungsi beragam: lima Kompi Senapan, satu Kompi Kesehatan, satu Kompi Pertanian, satu Kompi Peternakan, dan satu Kompi Pembangunan.
Dengan konsep ini, menurut Brigjen Ayi, kehadiran TNI justru akan memperkuat kontribusi militer dalam pengembangan wilayah, bukan sekadar memperluas pengaruh keamanan.
Namun demikian, warga tetap mendesak agar rencana tersebut dikaji ulang dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip damai yang telah dibangun bersama sejak penandatanganan perjanjian Helsinki.
Komentar