Harga Produsen China Anjlok Tajam, Perang Diskon Perburuk Kondisi Ekonomi

JurnalPatroliNews – Jakarta – Perekonomian China kembali mengalami tekanan signifikan setelah Indeks Harga Produsen (PPI) tercatat merosot 3,6% pada Juni 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini merupakan penurunan paling tajam dalam hampir dua tahun terakhir, dan lebih buruk dari proyeksi ekonom sebesar 3,2%, menurut data yang dirilis Biro Statistik Nasional China, Rabu (9/7/2025).

Tren deflasi PPI telah menghantui China sejak September 2022, dan penurunan terbaru ini semakin menyoroti lemahnya permintaan domestik di tengah persaingan harga yang kian brutal antar perusahaan. Di sisi lain, inflasi inti yang tidak mencakup sektor pangan dan energi masih tumbuh tipis sebesar 0,7% secara tahunan, menjadi yang tertinggi dalam 14 bulan terakhir.

Kondisi ini diperparah oleh perang harga yang kian memanas antar pelaku industri dalam negeri, yang saling banting harga demi menghabiskan stok dan menarik minat konsumen. Pemerintah China pun mengkritik keras strategi ini, menyebutnya sebagai “perang saudara” ekonomi yang tidak sehat.

Situasi ini bermula dari tekanan eksternal berupa kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat di era Presiden Donald Trump. Kebijakan tersebut membuat perusahaan China kesulitan mengakses pasar global, terutama AS, yang merupakan konsumen terbesar dunia.

Meski pemerintah Beijing telah menyatakan komitmennya untuk mengendalikan pemangkasan harga secara agresif, langkah tersebut belum cukup ampuh mendorong konsumsi atau menjaga margin keuntungan perusahaan. Hal ini terlihat dari laporan terbaru yang menyebutkan bahwa laba industri menyusut 9,1% pada Mei 2025, penurunan terdalam sejak Oktober 2024.

Sebuah artikel dari media yang dikelola pemerintah menyerukan agar perusahaan lebih fokus pada peningkatan kualitas produk serta secara bertahap menutup kapasitas produksi yang sudah tidak efisien.

Zichun Huang, ekonom dari Capital Economics, memperingatkan bahwa surplus produksi yang berkepanjangan bisa membuat tekanan harga terus berlanjut. “Selama pasokan masih jauh melebihi permintaan, kompetisi harga antar pelaku usaha kemungkinan akan tetap terjadi,” ujarnya.

Namun di tengah tekanan domestik, sektor ekspor China justru menunjukkan kekuatan. Ekspor naik 4,8% pada Mei dan bahkan melesat 8,1% di bulan sebelumnya, didorong oleh permintaan tinggi dari negara-negara Asia Tenggara. Hal ini sedikit menyeimbangkan kerugian akibat berkurangnya ekspor ke Amerika Serikat.

Komentar