Pusatkan Perhatian ke Papua

BELUM surut kedukaan bangsa Indonesia atas gugurnya 53 putera terbaik bangsa anggota Hiu Kencana di dalam musibah tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala-402, datang lagi berita duka gugurnya seorang Pati TNI berpangkat Brigadir Jenderal di Papua yang bernama Brigjen TNI Gusti Putu Danny Nugraha, Kepala BIN Daerah Papua yang tewas dalam baku tembak dengan pemberontak separatis Papua Merdeka.

Pemerintah RI sampai sekarang menamakan mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), penamaan ini sesungguhnya mempermalukan NKRI dan TNI sendiri karena hanya sekelompok kriminal bersenjata bagaimana bisa menewaskan seorang TNI berpangkat jenderal.

Peristiwa gugurnya Brigjen TNI Gustti Putu Danny Nugraha hendaknya menjadi titik balik bagi pemerintah RI dan TNI agar fokus dan memusatkan perhatiannya untuk menangani dan memberantas pemberontakan separatis bersenjata di Papua.

Pemerintah hendaknya mulai melakukan langkah-langkah konsolidasi di dalam negeri mulai dari menghimpun persatuan dan kesatuan seluruh elemen dan komponen bangsa, sampai mempersiapkan semua yang dibutuhkan TNI di dalam menumpas pemberontakan separatis tersebut.

Perlu juga diingat bahwa Provinsi Papua meliputi wilayah yang sangat luas dan sangat kaya sumber daya alamnya, sehingga tidak tertutup kemungkinan pihak-pihak asing untuk ikut campur di dalam masalah ini. Juga perlu diingat Amerika Serikat telah menempatkan kurang lebih 25 ribu pasukan marinirnya di Darwin, Australia yang secara cepat dapat dikirimkan (deploy) ke Papua.

Jenderal Ryamizard Ryacudu ketika menjabat menhan pernah mengeluarkan keprihatinannya bahwa pasukan TNI hanya mampu bertempur selama seminggu karena ketersediaan amunisinya hanya cukup untuk bertempur seminggu.

Sementara kondisi alusista Indonesia juga belum dalam kondisi yang mencukupi. Kesemuanya ini tentu perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Selain itu kita pun harus jujur bahwa masuknya Papua (dulu Irian Barat) bukanlah semata-mata karena keberhasilan operasi militer melawan penjajah Belanda.

Banyak anggota tentara kita yang tewas dan jatuh sakit akibat terserang penyakit (khusus penyakit malaria dan penyakit lainnya di tengah belantara hutan Papua), sementara di lain pihak para pemberontak separatis tersebut lebih mengenal medan hutan belantara di sana dan sudah kebal dengan penyakit-penyakit yang merajalela di sana.

Keberhasilan pengembalian Papua ke pangkuan NKRI ikut ditentukan oleh kepiawaian Bung Karno memanfaatkan situasi perang dingin pada waktu itu antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Sehingga Amerika Serikat menghentikan semua bantuannya kepada Belanda untuk membiayai pasukannya di Papua.

Amerika Serikat tentunya akan berupaya sekuat tenaga agar wilayah Papua berada di dalam lingkungan pengaruh dan kepentingan mereka karena adanya Freeport di sana yang menghasilkan bahan tambang yang sangat srategis bagi industri pertahanan mereka.

Memang masalah Papua ini akan sangat tergantung pada beberapa faktor, diantaranya faktor geopolitik di kawasan Asia Timur Jauh, khususnya berkaitan dengan konflik antara Amerika Serikat dengan Republik Rakyat China di Laut Cina Selatan.

Sikap Indonesia berkenanan dengan konflik Laut Cina Selatan akan menentukan sikap AS terhadap masalah Papua. Jika Indonesia lebih condong ke RRC maka bukannya tidak mungkin AS akan mendukung pemberontakan separatis Papua sepanjang mereka  menjamin keberadaan AS di Freeport. Selain itu pemerintah AS saat ini memang belum akan mengambil sikap berkaitan dengan konflik Laut Cina Selatan atau hal-hal lainnya yang terkait dengannya sampai proses konsolidasi pemerintahan baru di bawah Joe Biden tuntas.

Namun terlepas dari faktor-faktor eksternal di atas, di pihak Indonesia sendiri hendaknya segera menyelesaikan masalah-masalah internalnya guna menciptakan kesatuan dan persatuan seluruh elemen dan komponen bangsa, persoalan-persoalan yang tergantung dengan para ulama dan para politisi kritis sebaiknya diselesaikan secara kekeuargaan guna menghadapi ancaman dan musuh bersama.

Para pembantu Presiden Jokowi hendaknya “mengingatkan” beliau bahwa meskipun proyek infrastruktur dan perpindahan ibu kota berhasil dicapai dan Presiden Jokowi memperoleh gelar sebagai “Bapak Pembangunan Infrastruktur dan Ibu Kota” tetapi jika pemberontakan separatis Papua tidak berhasil ditumpas maka beliau akan tercatat di dalam sejarah bangsa sebagai “Presiden yang Gagal Mempertahankan NKRI”. Hal ini tentunya tidak kita inginkan bersama karena kegagalan tersbut merupakan juga kegagalan seluruh bangsa Indonesia.

Dan untuk itu marilah sejak saat ini kita tumbuhkan solidaritas persatuan dan kesatuan di kalangan segenap  anak bangsa. Akhirnya mari kita gelorakan semangat “Pertahankan NKRI” dan “NKRI Harga Mati!!”

25 April 2021

Muchyar Yara
(Warga NKRI)

Komentar