10 Tahun Berlalu , Jangan Ada Lagi Gayus-Gayus di Pajak, Itu Uang Rakyat!

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Masih ingat dengan Gayus Tambunan? Nama ini tenar sekitar 2010. Bukan karena prestasi, tetapi korupsi.

“Tadinya kenek Metro Mini yang sering turun di depan kantor bilang ‘pajak, pajak’ kalau melintas di depan kantor. Sekarang sudah ganti jadi ‘Gayus, Gayus’. Seluruh Kementerian Keuangan malu,” tegas M Tjiptardjo, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kala itu.

Sekira 10 tahun berlalu, masyarakat mungkin mulai lupa dengan kasus sang mafia pajak dan Direktorat Jenderal Pajak bisa memulai lembaran baru. Namun kini nama institusi itu kembali tercoreng.

Ya, kini muncul ‘Gayus’ baru. Adalah Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) yang mengendus ada aroma suap yang melibatkan pemeriksa pajak. Nilainya lumayan besar untuk suap perorangan yaitu puluhan miliar rupiah.

“Kita sedang penyidikan, betul. Tersangkanya nanti dalam proses penyidikan itu kan mencari alat bukti untuk menetapkan tersangka. Ini yang sedang kita lakukan. Nanti kalau sudah alat buktinya cukup, tentu akan kita ekspos.

“Nilai suapnya besar, puluhan miliar juga. Kalau tidak salah itu juga melibatkan tim pemeriksa. Kalau di pajak kan modusnya seperti itu, gimana caranya supaya WP (Wajib Pajak) bayar pajak rendah dengan cara menyuap pemeriksanya agar pajaknya diturunkan,” ungkap Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK.

Well, korupsi memang masalah yang belum bisa diberantas. Transparency International melaporkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) Indonesia pada 2020 mencatatkan skor 37, turun dari tahun sebelumnya yaitu 40. Indonesia menempati peringkat ke-102 dari 180 negara.

Masih dari Transparency International, pada 2019 lembaga itu melakukan survei di sejumlah negara Asia Tenggara yaitu Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Hasilnya cukup mengkhawatirkan.

“Hampir separuh dari total responden menyatakan bahwa tingkat korupsi di negara mereka semakin tinggi dalam 12 bulan terakhir. Paling tinggi terjadi di Indonesia, nyaris tujuh dari 10 orang menyatakan korupsi semakin menjadi-jadi,” tulis laporan berjudul People’s Experiences of Corruption: Implications for Business in South-East Asia tersebut.

Suap, uang rokok, uang kopi, atau apalah namanya jadi sesuatu yang gampang ditemui di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Laporan Transparency International mencatat rata-rata 40% responden pernah membayar uang sogokan.

“Kami menemukan dua dari lima orang pernah membayar suap dalam 12 bulan terakhir saat berhubungan dengan pelayanan publik. Paling tinggi terjadi di Vietnam, di mana dua pertiga (65%) responden membayar suap. Sementara di Indonesia angkanya adalah 32%,” lanjut laporan Transparency International.

Kemudian, institusi mana yang dinilai paling korup? Survei di enam negara Asia Tenggara menunjukkan bahwa kepolisian adalah lembaga yang dipandang korup dengan jawaban responden yang mencapai 55%. Peringkat kedua diduduki institusi pemerintahan (42%) dan kemudian kehakiman, pemerintah daerah, dan pajak mendapat skor 36-39%.

Korupsi di bidang pajak sangat berbahaya. Ingat, pajak adalah tiang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kalau pajak keropos karena dikikis oleh korupsi, maka APBN bakal runtuh.

“Korupsi tidak hanya menurunkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto, tetapi dalam jangka panjang akan menghambat investasi, meningkatkan ekonomi informal, merusak struktur perpajakan, dan menggerus kepercayaan pembayar pajak. Ini semua pada gilirannya akan merusak ekonomi secara keseluruhan,” tulis laporan Transparency International berjudul Exploring the Relationship between Corruption and Tax Revenue.

Dalam laporan itu, Transparency International menuliskan para peneliti di negara berkembang punya konsensus bahwa seringkali lebih dari separuh penerimaan pajak yang semestinya masuk ke kas negara raib karena korupsi atau penggelapan. Korupsi akan merusak struktur penerimaan negara dalam jangka panjang.

Pajak adalah instrumen pemerataan atau redistribusi kekayaan. Melalui pajak, orang yang mampu bisa membantu orang yang kurang beruntung melalui intervensi pemerintah.

Oleh karena itu, mengembat duit pajak tidak hanya harus bertanggung jawab di hadapan hukum. Koruptor pajak juga akan mendapat sanksi sosial dari masyarakat karena telah mengambil hak rakyat miskin.

(*/red/dilansirTim)

Komentar