3 Tahun Anies dan Masalah Lingkungan yang Tak Selesai

JurnalPatroliNews – Jakarta, Tiga tahun Gubernur Anies Baswedan memimpin DKI Jakarta. Beragam pekerjaan rumah masih di depan mata, termasuk persoalan lingkungan yang tak pernah terselesaikan di ibu kota.

Dengan populasi mencapai 10,57 juta penduduk, DKI Jakarta menyimpan ragam persoalan lingkungan mulai dari polusi, sampah, hingga banjir.

Pada Agustus 2019, Anies mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara sebagai upaya menekan kualitas udara Jakarta yang konsisten buruk.

Anies bahkan gencar mendorong warganya memulai kebiasaan bersepeda, ketimbang menggunakan kendaraan bermotor. Setidaknya 63 kilometer jalan di Jakarta disediakan untuk pesepeda.

Meski demikian, kualitas udara Jakarta sampai saat ini belum bisa dikategorikan baik. Mengutip IQAir, dalam satu pekan terakhir kualitas udara konsisten antara tidak sehat bagi kelompok sensitif dan tidak sehat.

Kualitas udara terburuk tercatat mencapai 153 US Air Index Quality (AQI) pada 13 dan 14 Oktober. Sedangkan kualitas udara terbaik didapati pada 10 Oktober, dengan 106 US AQI. Kualitas udara dinilai baik jika berada di bawah 50 US AQI.

Untuk menangani permasalahan banjir yang jadi persoalan rutin di musim hujan, Anies menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.

Soal banjir, Anies berkeras bahwa naturalisasi jadi solusi yang lebih efektif ditempuh. Ini berbeda dengan sikap pemerintah pusat menilai cara ampuh perangi banjir dengan normalisasi sungai.

“Solusi yang penting adalah mengendalikan air di hulu dengan membangun lebih banyak waduk, dengan membangun lebih banyak embung sehingga air dari pegunungan bisa ditampung di kawasan-kawasan hulu sebelum secara bertahap diturunkan ke pesisir,” ujarnya pada 1 Januari 2020, ketika sebagian besar wilayah DKI digenangi banjir hebat.

“Sedangkan jika air dilepas begitu saja ke pesisir, setinggi-tingginya tembok dinding sungai, selebar-lebarnya sungai itu dia akan mengalami limpahan seperti yang terjadi malam ini di Kampung Pulo. di sini sudah terjadi betonisasi tetapi tetap terjadi limpahan banjir,” lanjutnya.

Untuk meminimalisasi pencemaran sampah, Anies berupaya melarang penggunaan kantong belanja plastik atau kresek sejak 1 Juli 2020. Ini diatur melalui Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat.

Namun Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Ahmad mengungkap pihaknya masih menemukan pusat perbelanjaan dan pasar rakyat yang tidak mengindahkan instruksi pemprov.

Menurutnya, sosialisasi terkait bahaya dan larangan penggunaan kantong plastik juga belum sampai ke sebagian pasar rakyat. Ia mengatakan ini perlu digalakkan kembali oleh Anies melalui PT Pasar Jaya.

Dorongan serupa juga perlu dilakukan pada kebijakan pemulihan sungai untuk antisipasi banjir dan perbaikan kualitas udara. Bagus menilai kebijakan yang dipetakan melalui Ingub dan Pergub tersebut belum maksimal diterapkan.

Ini berkaca pada kualitas udara yang masih juga buruk dan banjir yang masih jadi persoalan. Ia menyebut Anies perlu memastikan bahwa instruksi tersebut dijalankan oleh jajarannya.

“Yang PR banget itu udara dan sungai, belum ada kemajuannya menurut kita. Tapi memang udara itu bukan persoalan DKI Jakarta saja. Ada peran dari daerah lainnya,” ujarnya.

Untuk mengupayakan perbaikan kualitas udara, kata Bagus, Pemprov DKI Jakarta perlu berkoordinasi dengan daerah penyangga dan pemerintah pusat. Namun dalam hal ini, Anies punya wewenang untuk setidaknya menjalankan inventarisasi polusi udara.

Ia menegaskan inventarisasi bukan hanya perkara memetakan sejumlah persen polusi berasal dari transportasi, industri dan domestik. Melainkan menelusuri sektor industri yang tidak patuh dengan aturan batas emisi yang sudah ditetapkan.

“Lihat berapa jumlah industri di Jakarta. Berapa yang tidak taat dan taat soal pembatasan emisi. Jangan-jangan ada industri yang mengeluarkan emisi melebihi baku mutu. Itu peran ada di Pemprov,” katanya.

Serupa kasusnya dengan naturalisasi sungai. Ia menjelaskan di Jakarta terdapat sejumlah sungai yang jadi tanggung jawab pemerintah provinsi bersama pemerintah pusat. Namun pemprov tetap bertanggung jawab menjelaskan dan menunjukkan proses revitalisasi sungai yang menjadi wewenangnya.

Menurutnya hal ini belum banyak dilakukan selama tiga tahun Anies menjabat. Untuk itu ia menilai Anies harus berupaya memerangi ketiga persoalan lingkungan ini dengan lebih fokus lagi pada dua tahun ke depan. Termasuk dengan tidak mewujudkan kebijakan yang dapat memperparah pencemaran lingkungan, seperti revitalisasi di wilayah pesisir.

Ia menegaskan pesisir DKI sudah tergolong sangat tercemar sejak tahun 1980-an. Untuk itu seharusnya pemerintah berupaya memulihkan pencemaran di sana. Dan revitalisasi dinilai memiliki banyak dampak buruk terhadap lingkungan di wilayah pesisir.

“Jangan kira ekosistem di Teluk Jakarta tidak berpengaruh ke yang lain. Ekosistem di Jakarta itu mempengaruhi ekosistem di pulau-pulau kecil di Pulau Seribu. Dan ekosistem pulau kecil ini sangat sensitif,” tambahnya.

(cnn)

Komentar