7 Fakta Donor Darah yang Sering Salah Kaprah

JurnalPatroliNews – Jakarta, Apa Anda pernah mendonorkan darah? Barangkali yang langsung terbayang dalam benak adalah ukuran jarum yang jauh lebih besar daripada jarum infus. Namun tiap tetes darah yang Anda sumbangkan begitu berharga buat para pasien yang memerlukan. Tak hanya buat pasien, donor darah juga membawa kesehatan buat Anda.

Meski terlihat sedikit mengerikan, namun donor darah bukan hal yang mengerikan. Sebaliknya donor darah bisa menyehatkan tubuh.

Beberapa manfaat kesehatan di antaranya adalah menjaga kesehatan jantung, menambah zat besi, mencegah risiko kanker, mencegah penuaan dini serta menurunkan berat badan.

Di balik aktivitas sederhana tapi bermakna ini, ada deret fakta yang tidak Anda sadari. Mulai dari darah yang dikumpulkan bakal dipisahkan sesuai golongan dan bagiannya, hingga aktivitas donor tidak akan membuat darah di tubuh menyusut.

1. Darah dipisah sesuai bagian-bagiannya

Setelah didonorkan, darah tak akan langsung diberikan kepada penerima. Darah yang sudah terkumpul dari para pendonor akan dipisahkan sesuai golongan dan bagian-bagiannya. Ada tiga bagian darah yakni, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan plasma darah.

“Darah ini dipisahkan karena kebutuhan pasien berbeda. Kalau untuk rata-ratanya, misal ada 100 pendonor yang datang, kami bisa mengumpulkan 150 jenis darah,” kata Ni Ken Ritchie, Kepala Unit Transfusi Darah PMI DKI Jakarta dalam wawancara bersama CNNIndonesia.com baru-baru ini.

2. Darah yang tidak sesuai standar akan dimusnahkan

Sebelum donor darah, calon pendonor akan menjalani pemeriksaan kesehatan terutama yang berkaitan dengan darah. Laku tes termasuk cek tekanan darah, kekentalan darah juga kadar hemoglobin (Hb). Setelah lolos tes, darah akan diambil.

“Setelah diambil, belum tentu semua akan masuk stok darah kami. Kami cek apa kualitas darah masih bagus. Kadang ada yang kolesterol tinggi, darah keruh seperti susu, kemudian ada juga yang berwarna kekuningan atau kehijauan. Jadi ada proses seleksi berdasarkan kualitas darah,” jelas Ni Ken.

Kemudian jika darah tidak sesuai standar kualitas, darah akan dimusnahkan. Pemusnahan darah harus melalui proses pembakaran dalam incinerator.

3. Golongan darah tak cuma A/B/AB/O

Selama ini orang mengenal penggolongan darah seperti, A, B, AB, dan O. Padahal dari sini, golongan darah masih terbagi lagi sesuai faktor Rhesus. Rhesus merupakan antigen atau protein pada permukaan sel darah merah. Faktor Rhesus terbagi dua yakni, Rhesus positif dan Rhesus negatif.

Rhesus positif berarti terdapat faktor Rhesus pada permukaan sel darah merah. Sebaliknya pada Rhesus negatif tidak terdapat faktor Rhesus.

Sebelum proses transfusi darah, terdapat tes kecocokan darah termasuk melihat kedua faktor ini. Tes kecocokan darah antara darah pasien dan darah pendonor dilakukan agar darah yang ditransfusikan sesuai dengan kondisi darah pasien. Ni Ken menekankan kesalahan dalam transfusi darah bisa berakibat fatal.

4. Golongan darah universal

Ada anggapan bahwa golongan darah O bisa mendonorkan darahnya pada siapapun. Sedangkan golongan darah AB bisa menerima transfusi dari golongan darah apapun. Ni Ken menjelaskan ini hanya berlaku dalam kondisi darurat.

Dalam kondisi mendesak, PMI tidak memiliki stok dan keluarga kesulitan memperoleh pendonor, ini bisa diterapkan. Namun dia menambahkan selama masih bisa diupayakan, pihaknya tetap mengutamakan transfusi dari darah dengan golongan yang sama.

5. Formulir donor darah sesuai standar internasional

Jangan kaget jika sebelum mendonorkan darah, Anda bakal disodori puluhan pertanyaan. Mungkin ada pula pertanyaan yang tidak Anda sangka-sangka seperti riwayat kunjungan ke Afrika, Inggris, bahkan kepemilikan tato.

“Formulir panjang karena kami mengikuti standart pertanyaan secara global, aturan WHO. Tetangga kita lembarannya lebih banyak lho, seperti Singapura, Australia,” kata Ni Ken.

Secara global, organisasi Palang Merah mengantisipasi hal-hal yang dianggap sebagai risiko penularan. Riwayat kunjungan ke Inggris ditanyakan karena jadi lokasi awal wabah sapi gila. Kemudian riwayat kunjungan ke Afrika dilihat sebagai antisipasi terhadap penularan HIV.

6. Frekuensi donor darah yang sehat

Ni Ken mendorong masyarakat untuk rajin mendonorkan darah demi menjaga kesehatan. Sirkulasi darah baik sekaligus ada produksi darah baru secara berkala. Sebaiknya Anda mendonorkan darah minimal dua atau tiga bulan sekali.

Terlalu sering mendonorkan darah membuat orang berisiko kekurangan zat besi. Melansir dari Hello Sehat, sel darah merah memang bisa diproduksi dengan cepat dan menggantikan darah yang diambil tapi tidak dengan zat besi. Saat kekurangan zat besi, orang akan mengalami pusing, lemas, lesu, dan tidak bertenaga. Jika dibiarkan tanpa pengobatan, kondisi akan berujung pada anemia defisiensi zat besi.

Mengutip Halo Doc, untuk pria, frekuensi donor darah ideal adalah setiap 12 minggu atau tiga bulan sekali. Sedangkan untuk wanita, waktu donor darah dalam setahun adalah setiap 16 minggu atau empat bulan sekali.

Dalam setahun, donor darah maksimal adalah lima kali dalam rentang waktu dua tahun. Sementara waktu yang tepat untuk donor darah adalah delapan minggu setelah donor darah terakhir.

7. Donor darah tidak akan mengurangi volume darah

Apa donor darah bakal mengurangi volume darah? Sebelum menjawab pertanyaan ini, situs Blood milik NHS Inggris menjelaskan orang dewasa rata-rata memiliki 10 pint darah (1 pint = 473 mililiter) atau 8 persen dari berat badan. Aktivitas donor darah akan mengambil sekitar 1 pint.

Akan tetapi Anda tidak perlu khawatir. Tubuh memiliki mekanisme untuk menggantikan darah yang diambil. Tubuh memproduksi sekitar 2 juta sel darah merah baru tiap detik sehingga ‘hanya’ perlu waktu seminggu untuk mengembalikan darah setelah donor. Sedangkan untuk sel darah putih dan keping darah, protein akan menstimulasi produksi pada sumsum tulang dan beberapa hari berikutnya, sel darah putih dan keping darah akan ‘kembali’.

(cnn)

Komentar