Agar Vaksin Covid-19 Lebih Cepat Digunakan, DPR Dorong Bio Farma Perkuat Riset dan Inovasi

JurnalPatroliNews-Jakarta,– Anggota Komisi VI DPR RI Sondang Tiar Debora Tampubolon mengapresiasi langkah cepat yang sudah dilakukan Bio Farma dalam merespon pandemi Covid-19. Khususnya dalam upaya memproduksi vaksin atau test kit Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Namun, ia menilai kolaborasi riset yang dikembangkan dengan berbagai lembaga dan universitas perlu ditingkatkan. Untuk itu, Komisi VI DPR RI mendorong Bio Farma untuk memperkuat bagian riset dan inovasi agar vaksin Covid-19 dapat lebih cepat digunakan.

“Mengingat dengan segera ditemukannya obat dan antivirus, kita bisa segera kembali melakukan aktivitas sosial dan ekonomi. Kita apresiasi sekali Desember ini sudah bisa diproduksi dan mulai akan dilakukan serangkaian uji klinis, izin BPOM dan sebagainya, sebelum kemudian diedarkan pada tahun depan nanti,” kata Sondang di sela-sela Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI ke Bio Farma, Bandung, Kamis (9/7/2020).

Guna mewujudkan hal tersebut, Sondang menekankan perlunya dukungan semua pihak baik dari pemerintah, legislatif, hingga masyarakat. Jika sudah ditemukan vaksin, pemerintah diharapkan dapat memproduksi massal untuk masyarakat.

“Tentu jika membutuhkan anggaran, kami harap pemerintah bisa menjelaskan seperti apa working capital yang dibutuhkan. Kami akan tindak lanjuti dengan Bio Farma dan kami akan undang ke Komisi VI supaya ini betul-betul bisa menjadi program nasional, tidak hanya program Bio Farma sendiri,” paparnya.

Terkait dengan keberhasilan Bio Farma memproduksi 100.000 test kit RT-PCR, Sondang berharap segala upaya tak berhenti hanya sampai alat test saja. BUMN farmasi ini diharapkan juga berupaya bagaimana bagaimana sarana laboratoriumnya bisa diproduksi secara massal.

Dengan begitu, biaya operasional dan produksi yang dikeluarkan akan jauh berkurang dibandingkan hanya dengan memproduksi satu laboratorium saja. Nantinya, laboratorium tersebut juga didorong untuk segera bisa didistribusikan ke seluruh daerah di Indonesia.

Sondang menuturkan, pihaknya juga akan meminta Kementerian Kesehatan (Kemkes) untuk menggunakan test kit PCR yang sudah diproduksi dalam negeri. Menurutnya, ini adalah bentuk dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap hasil karya anak bangsa.

“Meski masih ada 90% bahan baku obat dan vaksin yang masih harus dibuat di luar negeri, kita tetap apresiasi sekali rencana perusahaan-perusahaan BUMN memiliki industri kimia dasar untuk farmasi. Ini harus didorong agar value added yang didapatkan adalah punya Indonesia,” imbuh legislator dapil DKI Jakarta I itu.

Ia pun mengingatkan agar Bio Farma berhati-hati ketika mengembangkan vaksin untuk menghindari timbulnya penyakit baru.

“Sebenarnya satu vaksin itu biasanya ditemukan hampir selama 10-15 tahun, tetapi ini tidak sampai satu tahun dengan kolaborasi dari negara lain,” jelasnya.

Ke depannya, lanjut Sondang, keamanan kesehatan global harus didorong agar Indonesia memiliki ketahanan di bidang kesehatan. Pemerintah pun diminta untuk memiliki sistem keamanan kesehatan di segala bidang agar siap menghadapi pandemi-pandemi berikutnya yang dapat terjadi.

Sondang pun kembali menekankan pentingnya kesiapan riset dan inovasi.

“Kita kan sedang menyusun sejumlah RUU Omnibus Law. Salah satu bab yang membahas riset dan inovasi. Kami harapkan bab tersebut bisa menyangkut ke semua aspek, tidak hanya riset inovasi yang terkait akademisi tetapi untuk bidang kesehatan, dan lainnya menjadi satu kesatuan utuh untuk memperkuat riset dan inovasi nasional,” ujarnya.

Hingga saat ini, pengembangan riset dan inovasi terkait Covid-19 yang dilakukan oleh Lembaga Eijkman yang bermitrakan Bio Farma, Badan Litbangkes Kemenkes, LIPI, Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet), dan sejumlah perguruan tinggi masih terus berjalan.

Menurut Direktur Operasi Bio Farma Rahman Roestan, kesiapan riset terbagi dalam dua skema.

Pertama adalah mengedepankan kemandirian nasional bersama Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Nasional (BRIN). Tetapi, skema tersebut membutuhkan waktu yang lama sementara mereka diimbau untuk segera menyediakan vaksinnya.

“Maka, kita mencari partner global, yang sudah mulai masuk fase tiga uji klinis dan sudah sesuai standar WHO. Salah satunya dengan China. Di sana, mereka sudah selesai uji fase kedua, kita mau ambil untuk fase tiga. Jadi di akhir tahun ini, kita sudah sampai fase tiga,” ungkap Rahman.

Untuk konsorsium nasional, lanjut Rahman, baru dapat menghasilkan kandidat vaksin tahun depan.

“Kalau kandidat vaksinnya sudah ada, baru diuji klinis sesuai dengan virus yang ada di Indonesia. Jadi, tahun depan masih uji klinis. Namanya riset kan banyak kejadian tidak terduga,” tutupnya.

Sebagai informasi, Uni Emirat Arab dan Tiongkok telah mengajak Indonesia untuk bekerja sama dalam mengembangkan vaksin. Kedua negara tersebut sudah memasuki tahap ketiga uji klinis. Fase ini akan mengetes keefektifan dan keamanan vaksin pada sampel yang lebih luas. (lk/*)

Komentar