Ahli dari RCTI Setuju Konten di Youtube Diawasi KPI

JurnalPatroliNews – Jakarta – RCTI dan iNews TV menggugat UU Penyiaran dan meminta siaran di internet seperti YouTube juga harus tunduk ke UU Penyiaran dan diawasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ide ini didukung oleh Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra.

“Konten negatif yang ada dalam OTT Over The Top (OTT) dapat berdampak merusak ke publik dan bahkan mengancam kedaulatan negara. Dalam hal ini adalah elemen terpenting dari Indonesia dan negara kita adalah berbentuk republik, karena itu negara harus hadir melindungi warganya melindungi publiknya ketika publik yang membutuhkan pelindung,” kata Iswandi dalam sidang teleconference di MK yang disiarkan di YouTube, Jumat (1/10/2020).

Iswandi melanjutkan OTT dalam bentuk VOD adalah konten siaran atau bagian dari bentuk siaran, maka perlu ada pihak yang mengaturnya. Negara mutlak harus melakukan pengaturan atau memberikan perlindungan kepada publik dari tayangan-tayangan yang negatif.

Oleh sebab itu, perlu ada pihak yang merepresentasikan negara untuk mengatur konten OTT. Pengaturan tersebut bukan dimaksudkan untuk membatasi kebebasan warga dalam menyampaikan pendapat atau berekspresi. Karena bagaimana pun, pendapat atau ekspresi warga adalah bagian dari hak dasar warga.

“Konten OTT perlu diawasi atau diatur karena memungkinkan memberi pengaruh buruk kepada publik, dapat menimbulkan moral panic karena mengandung muatan pornografi, sadisme, bahkan penipuan. Dalam hal-hal tertentu bahkan dapat mengancam kedaulatan negara, misalnya radikalisme dan terorisme. Pengaturan dan pengawasan konten OTT dapat dilakukan dengan menggunakan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran,” jelas mantan komisioner KPI tersebut.

Pihak yang dibutuhkan negara untuk mengatur konten OTT adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal tersebut dikarenakan KPI telah memiliki instrumen-instrumen pengawasan penyiaran. Selain pedoman pengawasan, Iswandi menilai KPI juga mumpuni dari aspek ketersediaan sumber daya manusia yang andal dan terlatih. Terlebih lagi, KPI sudah berpengalaman selama 15-18 tahun dalam bidang pengawasan penyiaran.

“(KPI) Tersebar di semua provinsi di Indonesia. Mereka mengalami proses pelatihan dan penanganan kasus-kasus pelanggaran siaran yang cukup panjang sehingga tidak begitu kesulitan melakukan pengawasan pelanggaran siaran berbasis internet untuk jenis kategori OTT,” tegas Iswandi.

Dalam keterangannya, Iswandi menyebut jika masyarakat Indonesia mengalami kepanikan moral (moral panic) menghadapi serbuan layanan OTT global. Hal ini akibat ketiadaan peran serta negara dalam mengatur konten OTT. Ia menyebut beberapa kasus yang dipicu dari konten OTT sebagai dampak negatif.

“Sebut saja kasus Ferdian Paleka, Youtuber yang memberikan sembako sampah. Belum lagi mungkin kita menyimak pemberitaan ada sepasang suami istri di Kalibata yang melakukan mutilasi terhadap korban yang dipilihnya dan pelanggaran mutilasi itu diperoleh dari YouTube. Betapa besar pengaruh dari tayangan-tayangan negatif,” sebut Iswandi.

(dtk)

Komentar