Alih Status Pegawai KPK Jadi PNS, Novel Sebut : Ini Tahap Akhir Pelemahan KPK

Jurnalpatrolinews – Jakarta, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Aturan tersebut diteken Jokowi pada 24 Juli 2020 dan berlaku pada saat tanggal diundangkan yakni 27 Juli 2020.

Penyidik KPK Novel Baswedan menilai PP tentang alih status pegawai merupakan tahap akhir pelemahan KPK.

“Itu adalah tahap akhir pelemahan KPK. Kali ini masalah independensi pegawainya. Terlihat dengan jelas Presiden Jokowi berkontribusi langsung terhadap pelemahan dimaksud,” kata Novel kepada wartawan dalam pesan tertulis, Minggu (9/8)

Sementara itu, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan keberadaan PP ini merupakan konsekuensi dari Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang resmi berlaku mulai 17 Oktober tahun lalu.

“Saat ini Wadah Pegawai KPK sedang mempelajari dan menganalisis PP 41 Tahun 2020 tersebut dari berbagai aspek. Terutama dampaknya bagi independensi pegawai KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi,” kata Yudi kepada rekan media, Minggu (9/8).

Pada UU Nomor 19 Tahun 2019, soal pengangkatan para pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara itu tercantum dalam Pasal 1 Nomor 6, Pasal 24 ayat 2, Pasal 69B, dan Pasal 69C. Proses transisi status pegawai lembaga antirasuah dilakukan dalam kurun waktu dua tahun.

Beleid pengubahan status pegawai menjadi ASN ini merupakan satu dari 26 poin bermasalah yang ditemukan oleh Tim Analisis KPK. Pasalnya, aturan itu bertentangan dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan The Jakarta Principles yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Wakil Ketua KPK kala itu, Laode M. Syarif, mengatakan banyak pegawai yang menangis lantaran harus menjadi abdi negara.

Sementara Ketua KPK kala itu Agus Rahardjo mengungkapkan sebanyak tiga orang pegawai KPK menyatakan mengundurkan diri setelah UU KPK baru berlaku sebulan.

“Yang mengajukan mundur sudah tiga orang. Sisanya masih wait and see,” kata Agus saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/11).

Sumber internal lembaga antirasuah mencatat kini sudah ada lebih dari 25 pegawai yang mengundurkan diri sejak UU KPK berlaku.

“Lumayan banyak yang mengundurkan diri, ada sekitar 25 pegawai lebih. Hampir tiap dua minggu ada saja pegawai KPK yang mengirimkan email ke internal pegawai, dewas dan pimpinan salam perpisahan dan terima kasih telah diberikan kesempatan mengabdi di KPK,” kata sumber internal KPK kepada rekan media, Minggu (9/8).

Menurut sumber yang sama, rata-rata alasan formal pegawai tersebut mengundurkan diri karena sudah mendapat pekerjaan di tempat lain, salah satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Namun alasan sebenarnya karena sudah tidak bisa melihat masa depan lagi di KPK sejak revisi UU yang melemahkan KPK terutama peralihan status dan menurunnya kepercayaan [publik] kepada KPK,” ucap sumber tersebut.

Dalam UU KPK yang baru juga dinyatakan KPK masuk ke dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Hal itu dipandang sejumlah pihak membuka ruang intervensi kerja-kerja pemberantasan korupsi. Atas dasar ini pula muncul gelombang penolakan yang berujung pada aksi demonstrasi #ReformasiDikorupsi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Di samping itu dengan perubahan status menjadi ASN, pegawai KPK berpeluang besar dipindahkan ke kementerian/ instansi lain melalui keputusan Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, Jokowi memiliki kewenangan melakukan promosi, mutasi, atau pemberhentian jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan kementerian/ lembaga pemerintah.

Tindakan tersebut dapat diambil Jokowi apabila terdapat pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Sistem merit adalah manajemen PNS berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja tanpa membedakan faktor politik, ras, agama, asal usul, jenis kelamin, dan kondisi kecacatan.

Sesuai ketentuan Pasal 3 PP Nomor 17 Tahun 2020 menyatakan, presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.

Presiden juga dapat mendelegasikan kewenangan untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS kepada menteri di kementerian, pimpinan lembaga, sekretaris jenderal, gubernur, dan bupati, serta wali kota. Ketentuan ini juga berlaku kepada Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Badan Intelijen Negara, dan pejabat lain. (lk/ant)

Komentar