Babak Baru!, RJ Lino Kini Malah Gugat KPK, Dulu Senang Ditahan, Apa Kata KPK?

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Selepas ditahan KPK, Richard Joost Lino alias RJ Lino berubah sikap. Dulu yang awalnya mengaku senang, kini RJ Lino menggugat praperadilan ke KPK.

Perkara RJ Lino di KPK ini memang penuh drama. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2015, RJ Lino belum ditahan KPK hingga akhirnya pada 26 Maret 2021.

Kala itu RJ Lino malah mengaku senang saat ditahan dengan tersangka selama lebih dari 5 tahun terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC). Apa alasannya?

“Saya senang sekali karena setelah 5 tahun menunggu. Di mana saya hanya diperiksa tiga kali dan sebenarnya nggak ada artinya apa-apa bagi saya. Jadi supaya jelas statusnya,” kata RJ Lino kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (26/3/2021).

RJ Lino tampak mengenakan rompi oranye tahanan KPK. KPK menahan RJ Lino selama 20 hari pertama terhitung sejak 26 Maret 2021 sampai 13 April 2021 di Rutan Negara Kelas I Cabang KPK.

“Sebagai pemenuhan protokol kesehatan untuk pencegahan COVID-19 di lingkungan Rutan KPK akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK pada gedung ACLC KPK di Kaveling C1,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di KPK.

KPK membeberkan konstruksi kasus dugaan korupsi pengadaan 3 unit QCC yang menjerat RJ Lino sebagai tersangka. KPK menduga akibat perbuatan RJ Lino, keuangan negara yang telah dirugikan adalah USD 22.828,94 atau sekitar Rp 328.814.512.

“Bahwa selain itu, akibat perbuatan tersangka RJ Lino ini, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan tiga unit QCC tersebut sebesar USD 22.828,94. Sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC tersebut BPK tidak menghitung nilai kerugian negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman tiga unit QCC tidak diperoleh, sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan quayside container crane (QCC) tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II,” ucap Alex.

Alex menjelaskan, pada 2009, PT Pelindo II (Persero) melakukan pelelangan pengadaan tiga unit QCC dengan spesifikasi single lift untuk Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak yang dinyatakan gagal sehingga dilakukan penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia (TP BI). Namun penunjukan PT BI sebagai tender pengadaan QCC juga akhirnya batal.

“Penunjukan langsung tersebut juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada standar Eropa,” katanya.

Pada 18 Januari 2010, RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) diduga melalui disposisi surat memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik melakukan pemilihan langsung dengan mengundang tiga perusahaan, yakni ZPMC (Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co Ltd) dari China, Wuxi, HDHM (HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan.

Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II (Persero) tentang Ketentuan Pokok dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II (Persero), dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri. Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri.

“Adapun surat keputusan direksi PT Pelindo II (Persero) tersebut menggunakan tanggal mundur (back date) sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan,” ucapnya.

Penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi ‘Go for Twinlift’ pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik. Padahal pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.

Pada Maret 2010, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM dan memberi disposisi kepada Saptono R Irianto selaku Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC twin lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.

“Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II pada pihak HDHM, RJL (RJ Lino) diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan dari Direktur Keuangan dengan jumlah uang muka yang di bayarkan mencapai USD 24 juta yang dicairkan secara bertahap,” ujar Alex.

Alex menyebut penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II dan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung dan begitupun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai owner estimate (OE). Untuk pengiriman tiga unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak dilakukan tanpa commission test yang lengkap di mana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah-terima barang.

“Harga kontrak seluruhnya USD 15.554.000 terdiri atas USD 5.344.000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, USD 4.920.000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan USD 5.290.000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak,” katanya.

Menurut Alex, KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa harga pokok produksi (HPP) tersebut hanya sebesar USD 2.996.123 untuk QCC Palembang, USD 3.356.742 untuk QCC Panjang, dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak.

Namun kini RJ Lino malah mengajukan gugatan praperadilan. Kenapa?

RJ Lino melayangkan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). RJ Lino ingin agar status tersangkanya di KPK dibatalkan.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel yang dikutip detikcom, Minggu (25/4/2021), perkara praperadilan itu mengantongi nomor 43/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL. Gugatan itu didaftarkan pada 16 April 2021 dan sidang perdana rencananya akan digelar pada 4 Mei 2021. Sebagai termohon adalah pimpinan KPK.

Berikut ini permintaan RJ Lino :

1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Penyidikan oleh TERMOHON kepada PEMOHON yang melebihi jangka waktu 2 (dua) tahun dan proses hukumnya belum selesai adalah melanggar norma Pasal 40 ayat (1) Jo. Pasal 70 C Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang, dan sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Undang-Undang 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang oleh karenanya penyidikan tersebut tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan menurut hukum TERMOHON tidak berwenang melakukan Penyidikan terhadap PEMOHON karena melanggar norma Pasal 11 ayat (1) huruf b, dan ayat (2) Jo. Pasal 70 C Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang, dan sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Undang-Undang 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin-Dik-55/01/12/2015 tertanggal 15 Desember 2015 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/66A/DIK.00/01/04/2018 tertanggal 17 April 2018 terkait dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

5. Menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han / 13 / DIK.01.03/ 01 / 03 / 2021 dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor 14 / TUT.00.03 / 24 / 04 / 2021 tertanggal 13 April 2021 atas nama Tersangka R.J. Lino (Pemohon) adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, dan oleh karenanya Surat Perintah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

6. Memerintahkan TERMOHON untuk mengeluarkan PEMOHON dari Rumah Tahanan Negara Kelas I Cabang KPK RI;

7. Memulihkan harkat, martabat dan nama baik PEMOHON dalam keadaan semula;

8. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.

Atas hal ini Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengaku tidak masalah. KPK akan menghadapi praperadilan itu.

“KPK tentu siap hadapi permohonan praperadilan dimaksud. Kami yakin bahwa seluruh proses penyidikan maupun penahanan yang kami lakukan telah sesuai mekanisme aturan hukum yang berlaku,” kata Ali.

“KPK melalui Biro Hukum segera susun jawaban dan akan menyampaikannya di depan sidang permohonan praperadilan dimaksud,” imbuhnya.

(*/red)

Komentar