Bakal Ada 35 PP Omnibus Law, Buruh Masih Minat Ikut Bahas?

JurnalPatroliNews – Jakarta, Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan masih terbuka peluang bagi kalangan pekerja dan buruh untuk ikut membahas aturan turunan dari UU Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) yang sudah disahkan dalam Sidang Paripurna 5 Oktober silam.

Dia mengatakan masih terbuka peluang pembahasan dengan pemangku kepentingan buruh dan pekerja mengingat akan ada 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan lima Peraturan Presiden (Perpres) yang disiapkan sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja.

“Masih terbuka,” kata Moeldoko, dikutip Minggu (18/10/2020).

“Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja masih memberikan kesempatan dan akses pada teman teman pekerja dan buruh untuk ikut memikirkan bagaimana mereka menanggapi ini nantinya. Bagaimana instrumen ini bisa diandalkan sebagai penyeimbang,” katanya.

Pernyataan ini diungkapkan Moeldoko dalam wawancara bersama Staf Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden RI dengan tema Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Jokowi – Maruf Amin.

Mantan Panglima TNI (periode 30 Agustus 2013 hingga 8 Juli 2015) ini menegaskan, UU Cipta Kerja ini merupakan sarana mengangkat martabat bangsa dalam kompetisi global.

“Eksistensi kita sebagai bangsa yang maju harus kita tunjukkan pada dunia. Tenaga kerja kita, buruh, petani, nelayan tidak boleh kalah dalam persaingan. Berlakunya undang-undang ini akan menandai berakhirnya masa kemarau bahagia,” kata mantan tentara yang ikut Operasi Seroja Timor-Timur tahun 1984 dan Konga Garuda XI/A tahun 1995 ini.

“Tidak ada yang melarang orang menyampaikan pendapat atau berunjukrasa. Namun jika penyampaiannya sudah mengarah pada perusakan, anarki, atau menyebar fitnah, tentu ini akan mengganggu hak orang lain.”

“Mengusik rasa aman khalayak, juga merusak harmoni bangsa. Ini yang perlu ditertibkan,” jelas Kepala Staf TNI Angkatan Darat periode 20 Mei 2013 hingga 30 Agustus 2013 ini.

Dia menegaskan, UU itu wujud kesepakatan dalam sistem demokrasi. UU Cipta Kerja ini juga sudah didiskusikan di DPR, dan para wakil rakyat sudah mengesahkannya.

“Jadi menurut saya “Biarkan 1000 tunas baru bermekaran. Biarkan 1000 pemikiran bermunculan. Tapi jangan dirusak tangkainya”. Maknanya, setiap orang boleh berpendapat tapi jangan sampai merusak tujuan utamanya.”

“UU Cipta Kerja ini merupakan penyederhanaan regulasi yang dibutuhkan, sehingga mau tidak mau birokrasi juga harus mengalami reformasi. Tapi saat pemerintah mengambil langkah, yang terjadi di masyarakat justru paradoks. Kondisi ini harus kita luruskan,” katanya.

Dia menyebut paradoks, karena di satu sisi pemerintah mengambil langkah cepat dengan UU Cipta Kerja untuk memotong dan menyempurnakan berbagai keluhan tadi. Tapi di sisi yang lain masyarakat menolak.

“Ini kan kondisi yang paradoks.”

Dia menegaskan, pemerintah memikirkan bagaimana mereka-mereka ini harus mendapatkan pekerjaan. Untuk itu perlu menyederhanakan dan mensinkronisasikan berbagai regulasi yang saya sebut sebagai hyper-regulation yang menghambat penciptaan lapangan kerja.

Sebelumnya, kalangan buruh secara tegas menolak ikut serta dalam lanjutan pembahasan UU Cipta Kerja.

Ke depan, pembahasan UU sapu jagat ini bakal lebih mengatur regulasi turunan, di antaranya PP.

“Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya,” tegas Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan resmi, Kamis (15/10).

Sikap ini sejalan dengan komitmen kaum buruh, yang hingga saat ini menolak omnibus law UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.

Jika pemerintah kembali jalan sendiri kejar tayang dalam membuat aturan turunannya, Iqbal menduga ada dugaan serikat buruh hanya digunakan sebagai stempel atau alat legitimasi saja.

Begitu pun dengan DPR yang seperti sedang kejar setoran untuk menyelesaikan UU Cipta Kerja ini. Kalangan buruh diberi janji dilibatkan dalam pembahasan.

Sayangnya, buruh merasa seperti dikhianati, sehingga klaim DPR RI bahwa 80% usulan buruh sudah diadopsi dalam UU Cipta Kerja adalah tidak benar.

“Padahal kami sudah menyerahkan draft sandingan usulan buruh, tetapi masukan yang kami sampaikan banyak yang tidak terakomodir” ujarnya.

Jika sudah demikian, ke depan aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang. Ada empat langkah yang akan dilakukan buruh dalam menolak UU Cipta Kerja.

Pertama, akan mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional, baik di daerah maupun aksi secara nasional. Kedua, mempersiapkan ke Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiil.

Ketiga, meminta legislatif review ke DPR RI dan eksekutif review ke Pemerintah. Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh.

(cnbc)

Komentar