HeadlineHukum

Belajar Dari Kasus Mochtar Pakpahan Dan Djoko Tjandra MA Harus Introspeksi

Avatar
×

Belajar Dari Kasus Mochtar Pakpahan Dan Djoko Tjandra MA Harus Introspeksi

Sebarkan artikel ini

JurnalPatroliNews – Jakarta : Ahli hukum pidana Universitas Mpu Tantular Ferdinand Montororing mengkritisi Mahkamah Agung yang sering membuat putusan kontroversil dalam tingkat peninjauan kembali (PK) atau herziening.

Sejak kelahiran KUHAP 31 Desember 1981 melalui UU No.8/1981 lembaga PK secara historis tidak dikenal dalam hukum acara pidana dalam HIR/R.Bg. Tak dikenalnya lembaga PK dirasa suatu kelemahan dalam sistem peradilan pidana karena mungkin saja lembaga peradilan berbuat keliru dan khilaf dalam mengadili seseorang lalu menghukumnya padahal tak dijumpai kesalahannya namun putusan pengadilan adalah harga mati untuk dieksekusi demi tegaknya hukum dalam sebuah negara demokrasi.

JPN - advertising column


Example 300x600
JPN - advertising column

Sistem peradilan di negara maju seperti Amerika maupun negara Eropa seperti Belanda sudah lama menyediakan ruang hukum bagi terpidana yang merasa tak bersalah untuk membuka ulang kasus hukumnya oleh Mahkamah Agung yang dikenal dengan istilah “retrial” atau “herziening” maka ketika di penghujung tahun 1970-an muncul kasus Sengkon dan Karta yang diganjar pidana penjara berat oleh Pengadilan Negeri Bekasi dengan dakwaan pembunuhan di Pondok Gede Bekasi, tiba-tiba muncul seseorang yang sama-sama Sengkon dan Karta sedang mendekam di penjara Bulak Kapal bernama Bonel mengaku selaku pelaku pembunuhan di Pondok Gede Bekasi, berita ini menggemparkan mas media hingga koran Sinar Harapan mengangkat berita ini.

Albert Hasibuan seorang pengacara yang juga tokoh muda Golkar maju membela Sengkon dan Karta, Albert melakukan advokasi dan membuat wacana baru meminta dilakukan retrial atau herziening oleh Mahkamah Agung.

Ketua Mahkamah Agung Prof. Oemar Seno Adji cukup tanggap dengan situasi hukum yang bergolak ketika itu maka Oemar Seno Adji akhirnya meneken Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1980 guna memberi ruang pada pencari keadilan untuk membuka ulang kasusnya. Peluang ini tak disia-siakan Albert Hasibua kemudian mengajukan PK selaku kuasa hukum Sengkon Karta rakyat miskin dan papa di Bekasi.

Ketika KUHAP disahkan pada malam 1981 dimana Presiden Soeharta menanda tangani naskah KUHAP menjelang tahun baru 1982 maka hiruk pikuk kalangan akademisi dan praktisi menyambutnya sebagai karya agung anak bangsa.

Dalam KUHAP tercantum sebuah norma hukum baru tentang PK pada Pasal 263 ayat (1) lalu hal yang paling ramai ketika itu yang menjadi perdebatan intelektual tentang putusan bebas yang tak bisa diajukan upaya hukum namun ada perdebatan putusan bebas yang mana yang tidak bisa dibanding atau appiel?

VB Da Costa ahli hukum dari fraksi PDI di DPR dalam membedah kasus Natalegawa petinggi Bank Bumi Daya (BBD) yang terlibat pembobolan BBD dalam kasus perumahan mewah Pluit membuka suatu cakrawala baru bagi pembangunan hukum karena lembaga putusan bebas dikipas secara mendalam termasuk lembaga PK.

Soeharto yang merasa tertekan menghadapi gelombang demo menuntut demokratisasi di tahun 1990-an makin gerah secara khusus demo buruh yang menuntut organisasi buruh tidak monopoli FBSI dibawah komando Agus Sudono sebagai pion Soeharto di ormas buruh tunggal. Mochtar Pakpahan seorang advokat dan wartawan tampil dengan SBSI melakukan demo besar dimana-mana mempermalukan Soeharto.

Mochtar akhirnya jadi buruan Bakortanas sebuah lembaga ekstra konstitusional dibawah TNI AD menjadi tukang gebug siapa saja yang melawan Soeharto. Mochtarpun diadili di Pengadilan Negeri Medan hingga tingkat Kasasi oleh MA Mochtar dibebaskan, Soehartopun marah maka Jaksa Agung membuat langkah sik sak ajukan PK dan MA mengabulkan, Presiden AS Bill Clinton dalam pertemuan dengan Soeharto juga tak luput membahas kasus itu hingga Mochtar dikeluarkan dari sel penjara.

Kini lembaga PK yang memang haram diperuntukkan pada Jaksa masih juga digunakan Jaksa Agung, siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab atas dosa perkosaan hukum ini? Mahkamah Agung kita tunggu untuk tobat nasikhu dengan cara kontrol keseragaman sistem peradilan dan lakukan anotasi setiap putusan hakim gunakan semua fakultas hukum membantu lembaga pengadilan untuk lakukan anotasi tiap putusan hakim sebagai dasar jenjang karier.