Berbanding Terbalik, Harga Emas Dunia Meroket, 6 Saham Emiten Pertambangan Ini Malah Jeblok di BEI

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Melonjaknya harga emas dunia yang terus mencoba menembus rekor baru di atas US$ 2.000 per troy ounce ternyata tak berimbas positif terhadap kinerja saham pertambangan di dalam negeri. Enam saham emiten emas di Bursa Efek Indonesia (BEI) malah kompak jatuh ke zona merah.

Adapun enam saham pertambangan emas pada hari ini, Selasa, 4 Agustus 2020, sampai dengan pukul 14.23 WIB terpantau turun 2,51 persen hingga 4,92 persen. Saham PT United Tractors Tbk. tercatat turun 4,68 persen ke posisi 20.350. Saham Berkode UNTR dibuka di posisi 21.500 dan bergerak di rentang 19.875-21.600.

Adapun pergerakan lima saham emiten emas lainnya sebagai berikut:

Saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) turun 4,11 persen
Saham PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) turun 3,85 persen
Saham PT Wilton Makmur Indonesia Tbk. (SQMI) turun 3,57 persen
Saham PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) turun 3,42 persen
Saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) turun 2,51 persen

Secara umum, saham-saham emiten emas itu turun sejalan dengan tren pelemahan indeks harga saham gabungan atau IHSG. Hingga sesi pertama berakhir, IHSG turun 2,57 persen ke level 5.017,362 setelah bergerak di rentang 4.928,47 – 5.157,27. Sebanyak 407 saham terkoreksi, 43 menguat, dan 118 stagnan.

Data Bloomberg menunjukkan per hari ini harga emas dunia naik 0,28 persen ke posisi US$ 1.991,4 per troy ounce. Adapun harga emas di pasar spot dibuka menguat US$ 1.988 per troy ounce sebelum lungsur ke posisi US$ 1.973,31 pada pukul 14.17 WIB.

Artinya harga emas telah meroket hingga 11 persen pada bulan Juli ini. Kenaikan harga emas bulanan ini tergolong terbesar sejak 2012, menyusul penurunan dolar AS dan rekor rendahnya imbal hasil riil AS.

Analis Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar mengatakan penurunan imbal hasil riil obligasi 10 tahun AS menjadi pendorong paling penting dalam pergerakan harga emas karena keduanya berbanding terbalik.

“Permintaan safe haven terutama mencerminkan kekhawatiran pertumbuhan global terkait dengan meningkatnya kasus Covid-19 di seluruh dunia dan meningkatkan ketegangan AS-Cina,” ujar Dhar seperti dikutip Bloomberg. (lk/*)

Komentar