Berpotensi Langgar HAM, DPR RI Kritik Penerapan Pendidikan Militer di Kampus

Jurnalpatrolinews – Jakarta,  Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Sukamta mengatakan pemaksaan bagi mahasiswa untuk mengikuti pendidikan militer berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Dia menegaskan menyatakan bahwa pendidikan militer hanya wajib bagi masyarakat yang lulus dalam seleksi komponen cadangan.
Pernyataan ini disampaikan Sukamta mengkritik rencana pemerintah melalui Kementerian Pertahanan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menerapkan pendidikan militer bagi mahasiswa.
“Untuk mendaftar menjadi komponen cadangan sendiri sifatnya sukarela. Pemaksaan di sini bisa berpotensi melanggar HAM,” kata Sukamta kepada rekan media, Rabu (19/8).
Dia menerangkan konstitusi mengamanatkan bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Negara. lanjut dia, harus memfasilitasi masyarakat yang ingin ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
Bela negara, katanya, bisa berbentuk pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar militer sebagai calon komponen cadangan, dan pengabdian sebagai anggota TNI atau sesuai profesi masing-masing. Dalam konteks ini, Sukamta menilai pendidikan militer di lingkungan perguruan tinggi tidak diperlukan.
“Penyelenggaraan program bela negara di lingkungan perguruan tinggi memang diperlukan, tapi bukan berbentuk pendidikan militer,” katanya.
Sukamta menyampaikan bahwa Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) telah mengatur soal komponen pendukung dan komponen cadangan.
Menurutnya, Pasal 17 UU PSDN menyebutkan bahwa komponen pendukung bersifat sukarela, sementara Pasal 28 UU PSDN mengatur bahwa komponen cadangan bersifat sukarela. Sukamta berkata, hal itu mengartikan bahwa perguruan tinggi tidak diharuskan melaksanakan wajib militer dan dipersilakan untuk menyelenggarakan pendidikan kesadaran bela negara (PKBN) atau tidak.
“Jika kampus ingin menyelenggarakan, bisa misalnya dengan menghidupkan kembali mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dengan modifikasi program sedemikian rupa tidak hanya teori tatap muka di kelas, bisa dikombinasi dengan pendidikan outdoor misalnya,” ucap Sukamta.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan Wahyu Sakti Trenggono memastikan apa yang diterapkan di lingkungan kampus bukan berupa pendidikan militer. Kata dia, program Bela Negara yang tengah digodok di Kementerian Pertahanan itu tak sama dengan pendidikan militer.
“Saya mau koreksi dikit ya, itu bukan pendidikan militer. Itu bela negara. Bela negara dan militer. Kalau militer itu kan kesannya militerisasi. Tapi kalau bela negara kan berbeda itu,” kata Trenggono dalam sebuah wawancara yang disiarkan melalui platform radio, Rabu (19/8).
Saat ini kata dia, format untuk pembelajaran yang akan diberikan kepada mahasiswa berkaitan dengan program bela negara ini masih dalam tahap diskusi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Yang jelas kata dia, program ini adalah program duet dengan Merdeka Belajar yang juga diusung oleh Kemendikbud.
“Nah salah satu yang ketemu adalah, oke di perguruan tinggi ada merdeka belajar misal satu semester mereka ikut pendidikan bela negara. Ikut pendidikan disiplin dan lain-lain,” katanya. (lk/*)

Komentar