BMKG: Banjir Kalimantan Selatan Akibat Cuaca Ekstrem Dipicu Dinamika Atmosfer Labil

JurnalPatroliNews – Banjir yang melanda wilayah Kalimantan Selatan, dikatakan sebagai dampak dari cuaca ekstrem yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer yang labil.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Banjarmasin Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG), Karmana dalam keterangan tertulisnya. Dijelaskan Karmana, pada tanggal 12-15 Januari 2021 telah terjadi cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang.

Cuaca ekstrem ini berdampak pada bencana hidrometeorologi yaitu banjir di sebagian besar wilayah Kabupaten/Kota Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar,Tanah Laut, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong.

Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, ternyata dampak cuaca ekstrem itu mengakibatkan terendamnya 10.000 lebih rumah di wilayah Kalimantan Selatan.

Ketinggian air yang merendam wilayah-wilayah tersebut cukup bervariasi antara 0.5 hingga 3 meter. Bahkan, kondisi ini menyebabkan ruas jalan utama Provinsi Kalimantan Selatan tergenang dan dua jembatan utama provinsi tersebut roboh.

Sebagai informasi, curah hujan dengan intensitas tinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Banjarmasin;

– Tanggal 10 Januari 2021 sebesar 125 mm

– Tanggal 11 Januari 2021 sebesar 30 mm

– Tanggal 12 Januari 2021 sebesar 35 mm

– Tanggal 13 Januari 2021 sebesar 51 mm

– Tanggal 14 Januari 2021 sebesar 249 mm

– Tanggal 15 Januari 2021 sebesar 131 mm

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa akumulasi jumlah curah hujan selama 2 hari di Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor mencapai 300 mm, yang jika dibandingkan pada jumlah normal curah hujan bulanan Januari sebesar 394 mm, maka kondisi ini tergolong dalam kondisi ekstrem.

“Cuaca ekstrem ini dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di wilayah Kalimantan Selatan yang labil,” kata Karmana, Senin (18/1/2021).

Karmana menyebutkan, dinamika atmosfer pertama yang mendukung cuaca ekstrem ini terjadi adalah adanya pergerakan suplai uap air dari Pasifik Timur ke Pasifik Barat (La Nina).

Kedua, suhu muka laut yang lebih hangat dari normalnya juga mengakibatkan aktivitas potensi pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia, terutama di wilayah Kalimantan Selatan menjadi lebih signifikan.

Selain itu, adanya pusaran angin tertutup (Sirkulasi Eddy) di sekitar Kalimantan mengakibatkan terbentuknya daerah pertemuan angin (konvergensi) di wilayah Laut Jawa hingga Kalimantan bagian Selatan dan Timur.

“Kondisi ini berpotensi menambah massa uap air dari Laut Jawa yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan awan-awan konvektif yang masif di sekitar Kalimantan Selatan,” kata dia.

(kmps)

Komentar