Diduga Imbas Virus Covid-19? Seorang Pria Menderita Ereksi Empat Jam, Ini Langkah Dokter

JurnalPatroliNews-Jakarta,– Seorang pasien Covid-19 asal Prancis menderita ereksi selama empat jam karena gumpalan darah yang diduga dipicu oleh penyakit virus corona 2019 tersebut. Menurut dokternya, pria berusia 62 tahun itu mengalami disfungsi yang dikenal sebagai priapisme–ereksi berkepanjangan–saat berada di unit perawatan intensif di Rumah Sakit Le Chesnay.

Awalnya para dokter menerapkan kompres es, tapi setelah empat jam masih belum teratasi.

“Sehingga dokter memutuskan untuk mengalirkan darah dari penisnya dengan menggunakan jarum dan menemukan bahwa itu penuh dengan gumpalan darah,” bunyi laporan yang dikutip dari laman Fox News, Kamis, 2 Juli 2020.

Laporan kasus itu diterbitkan dalam The American Journal of Emergency Medicine, dan menukiskan bahwa gumpalan darah adalah umum di antara pasien virus corona. Namun, kasusnya adalah yang pertama diketahui priapisme, dan disebabkan oleh darah yang terperangkap di penis.

“Presentasi klinis dan laboratorium pada pasien kami menduga kuat adanya priapisme terkait infeksi SARS-CoV-2,” tulis para dokter.

Namun, laporan itu menerangkan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan dalam kaitan antara kasus aneh pembekuan darah dan virus corona itu.

“Meskipun argumen yang mendukung hubungan sebab akibat antara Covid-19 dan priapisme sangat kuat dalam kasus kami, laporan kasus selanjutnya akan memperkuat bukti,” kata laporan itu.

Riset-riset sebelumnya menunjukkan, dalam tubuh manusian, virus penyebab Covid-19 itu tidak hanya bermuara di paru-paru, tapi bisa ditemukan di organ lain mulai dari saraf otak sampai saluran pencernaan. Gejalanya pun tidak lagi hanya sesak napas.

Berdasarkan peta sebaran yang dibuat oleh Johns Hopkins University, hingga Jumat pagi, 3 Juli 2020, dilaporkan jumlah kasus infeksi Covid-19 secara keseluruhan di dunia sebanyak 10.940.017 kasus. Yang paling banyak di Amerika Serikat dengan 2.732.639 kasus, disusul Brasil di tempat kedua dengan 1.496.858 kasus, dan Rusia 660.231 kasus. (lk/*)

Komentar