Efek Omnibus Law Ampuh ke Saham, Tapi ‘Nothing’ ke SBN?

JurnalPatroliNews – Jakarta, Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) memberikan efek berbeda bagi pasar saham dan obligasi nasional sepekan ini. Di satu sisi bursa saham menguat tak berjeda, pasar obligasi justru tertekan di pertengahan pekan akibat pelemahan cadangan devisa (cadev).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Jumat (10/10/2020) ditutup di zona hijau di detik terakhir perdagangan, dengan naik 0,29% ke level 5.035,663. Ini menjad penguatan beruntun selama sepekan.

Secara mingguan, IHSG terhitung melesat 2,58% atau 126,9 poin dari posisi akhir pekan lalu menyambut pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker. Penurunan cadev September tidak digubris oleh pelaku pasar.

Investor domestik terus mengguyur pasar dengan aksi beli, sementara investor asing cenderung obral saham. Berdasarkan data RTI, sepanjang pekan ini asing mencatatkan jual bersih (net sell) sebesar Rp 1,13 triliun di pasar reguler. Nilai transaksi sepekan cenderung tipis Rp 35,9 triliun.

Namun demikian, efek Omnibus Law tidak begitu ampuh untuk menjaga pasar obligasi d jalur penguatan. Sempat menguat pada 2 hari pertama sepekan, imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun-yang menjadi acuan (benchmark) di pasar-berbalik naik pada Rabu.

Pada hari itu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan cadev September yang turun nyaris US$ 2 miliar menjadi US$ 135,2 miliar yang diikuti kenaikan  imbal hasil obligsi berkode FR0082 tersebut.

Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil tersebut mengindikasikan koreksi harga. Demikian juga sebaliknya. Perhitungan imbal hasil dilakukan dalam basis poin yang setara dengan 1/100 dari 1%.

Imbal hasil surat utang tenor 10 tahun tersebut berakhir di level 6,9% pada Jumat, yang berarti terjadi penurunan 0,32% dari posisi akhir pekan lalu sebesar 6,922%. Artinya, harga surat utang tersebut sedang menguat.

Efek Omnibus Law pada Rabu tergusur kekhawatiran bahwa rupiah akan melemah yang menjadikan keuntungan investor asing di aset pendapatan tetap seperti SBN menjadi tergerus. Namun setelah rupiah terbukti digdaya dengan menguat hingga akhir pekan, harga obligasi pun kembali menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(cnbc)

Komentar