Ekonomi Terkini, Pantas Sri Mulyani ‘Ramal’ RI Masih di Jurang Resesi, Cek Nih!

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Penyaluran kredit perbankan di Indonesia masih mengalami kontraksi atau tumbuh negatif. Bahkan pada Februari 2021, kontraksinya lebih dalam dari bulan sebelumnya.

Bank Indonesia (BI) melaporkan penyaluran kredit perbankan pada Februari 2021 adalah Rp 5.417,3 triliun. Turun 2,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY), lebih dalam ketimbang kontraksi Januari 2021 yang sebesar 2,1% YoY.

Berdasarkan jenis penggunaan, kontraksi penyaluran kredit disebabkan oleh penurunan yang lebih dalam di Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK). Pada Februari 2021, penyaluran KI tumbuh -1,6% YoY, lebih dalam dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu -0,9%. Sementara KK bulan lalu tumbuh -1,2% YoY, lebih dalam ketimbang pertumbuhan Januari 2021 yakni -1%.

Sedangkan Kredit Modal Kerja (KMK) pada Februari 2021 tumbuh -3,4% YoY. Sedikit membaik ketimbang pertumbuhan Januari 2021 yang sebesar -3,5% YoY.

“Perkembangan di KI disebabkan oleh penurunan kredit ke sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sementara penurunan KK disebabkan oleh menurunnya Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan multiguna,” sebut laporan BI.

Dari sisi suku bunga, simpanan masih melanjutkan penurunan. Suku bunga deposito tenor satu bulan (yang menjadi acuan) turun dari 4,07% pada Januari 2021 menjadi 3,88%. Terjadi koreksi 1,9 bps. Dibandingkan dengan Februari 2020, suku bunga deposito satu bulan sudah turun 181 bps.

Suku bunga kredit juga turun. Pada Februari 2021, rerata suku bunga kredit ada di 9,65%, turun 3 bps dibandingkan bulan sebelumnya.

Namun laju penurunan suku bunga kredit masih lambat. Misalnya untuk KMK, rata-rata suku bunga pada Januari 2021 adalah 9,21%, hanya turun 87 bps dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) sudah mulai, saya berterima kasih. Bank-bank lain, ayo turunkan suku bunga kredit,” tegas Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Semarang, hari ini.

Perbankan adalah ‘nadi’ perekonomian nasional. Pembiayaan perbankan melalui kredit adalah ‘darah’ yang membuat ekonomi tetap hidup dan bergerak.

Jadi saat penyaluran kredit lesu, maka otomatis ekonomi pun kurang darah. Lemah,letih, lunglai. Mungkin kelesuan kredit perbankan ini yang membuat Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, memperkirakan ekonomi Indonesia masih mengalami kontraksi pada kuartal I-2021.

“Untuk kuartal I-2021, kami di Kementerian Keuangan memperkirakan dalam kisaran -1% yang terdalam hingga -0,1%. Kita berharap di zona netral, mendekati -0,1%,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Maret 2021, Selasa (23/3/2021).

Jika Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kembali minus, maka kontraksi ekonomi akan terjadi selama empat kuartal beruntun. Padahal kontraksi dua kuartal beruntun saja sudah masuk kategori resesi.

Kontraksi penyaluran kredit juga bisa jadi adalah faktor yang membuat ekspansi industri manufaktur Tanah Air melambat. Ini terlihat di angka Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang dirilis oleh IHS Markit.

Pada Februari 2021, skor PMI manufaktur Indonesia ada di 50,9. Masih di atas 50, menandakan dunia usaha masih ekspansif, tetapi melorot dibandingkan Januari 2021 yang 52,2. Pencapaian Januari 2021 adalah yang terbaik dalam 6,5 tahun terakhir.

“Ada sinyal kesehatan sektor manufaktur yang terjadi sejak November 2020 memburuk. Produksi terus naik, hingga empat bulan berturut-turut, tetapi lajunya melambat. Perlambatan produksi berarti ada penurunan pasokan barang jadi,” sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Di sisi permintaan, Ekonom Mirae Asset Anthony Kevin menilai masih lemah. Ini terlihat dari penjualan ritel yang terkontraksi, bahkan semakin dalam.

“Pada Januari 2021, penjualan ritel turun 16,4% YoY dan perkiraan Februari 2021 terjadi kontraksi 16,5% YoY. Tekanan terhadap daya beli masyarakat masih tinggi,” sebut Kevin dalam risetnya.

(*/lk)

Komentar