EkonomiHeadlineNasional

Faisal Basri : COVID-19 Effect Betul-betul Gawat Nih Pak Jokowi, 52% Penduduk Indonesia Rentan Miskin, Beda Kelas dengan Malaysia atau Thailand

Avatar
×

Faisal Basri : COVID-19 Effect Betul-betul Gawat Nih Pak Jokowi, 52% Penduduk Indonesia Rentan Miskin, Beda Kelas dengan Malaysia atau Thailand

Sebarkan artikel ini
Ekonom Senior, Faisal Basri

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Masalahnya, pengangguran di Indonesia itu identik dengan pengangguran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistisk BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia tembus 27,55 juta pada September 2020. Artinya, tingkat kemiskinan mencapai 10,19% dari total populasi nasional.

Ekonom Senior, Faisal Basri menyebut, kesejahteraan masyarakat Indonesia, tergolong masih rendah. Sebanyak 52% masyarakat Indonesia hidupnya rentan jatuh ke jurang kemiskinan. “Artinya, kalau ada apa (ekonomi dan politik) sedikit saja langsung dia miskin kembali,” kata Faisal diskusi Ekonomi dan Demokrasi, akhir pekan lalu.  Angka tersebut terpaut jauh dari negara tetangga seperti Malaysia sebesar 3 persen, maupun Thailand yang berada di posisi belasan persen.

JPN - advertising column


Example 300x600
JPN - advertising column

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2015-2020 Halim Alamsyah menuturkan Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen untuk mengentaskan masalah kemiskinan.

Per Agustus 2020 lalu, jumlah pengangguran di Indonesia tembus 9,77 juta karena pandemi Covid-19. “Indonesia minimal harus tumbuh 6 persen, baru kita bisa mengurangi pengangguran nyata, kalau di bawah 6 persen kita masih akan berhadapan dengan pengangguran,” ujarnya dalam diskusi Ekonomi dan Demokrasi, Sabtu (1/5).

Ia menuturkan setiap tahunnya ada tambahan angkatan kerja baru di Indonesia sebesar 3,5 juta hingga 4 juta orang.

Karenanya, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen untuk menyerap angkatan kerja baru itu, sedangkan 1 persen untuk menyerap pengangguran eksisting.

Selain mendorong pertumbuhan ekonomi, ia menilai pemerintah juga perlu terus mendorong pemberian bantuan sosial sebagai bantalan bagi perekonomian akibat bertambahnya pengangguran. “Memang pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan merupakan resep yang akan selesaikan masalah seluruhnya. Namun, pertumbuhan ekonomi kita perlukan untuk bisa menyerap pertambahan tenaga kerja,” ujarnya.

Sejalan dengan itu, ia menyatakan pemerintah harus memperbaiki rasio perpajakan (tax ratio) di Indonesia lantaran masih rendah yakni di rentang 10 persen-11 persen. Kondisi Indonesia jauh tertinggal dari sejumlah negara tetangga seperti Filipina yang sebesar 17 persen-18 persen, maupun negara-negara Eropa yang sudah mencapai 41 persen.

Sebab, pajak merupakan komponen utama yang membiayai APBN. Sementara, saat ini APBN masih bekerja keras untuk membiayai penanganan Covid-19 sehingga mengalami defisit hingga Rp956,3 triliun sepanjang 2020 lalu. Angka tersebut setara 6,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). “Ini terkait dengan demokrasi, kemampuan sebuah negara dalam mengambil atau memobilisasi dana dari masyarakat itu akan tercermin dari kemampuan negara mengambil pajak,” ujarnya.  (***/. dd- bizlaw)