GTI Buleleng Dilibatkan Di Tim PADA Selamatkan Aset Desa Adat Kubutambahan

JurnalPatroliNews – Buleleng – Sebagai Ketua DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Buleleng, Jro Gede Budiasa yang bertempat tinggal di wilayah Desa / Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng ditetapkan jadi Wakil Ketua Tim PADA (Penyelamat Aset Desa Adat) Kubutambahan akan bela pati atas aset yang dimiliki untuk tidak hilang dimakan oknum tidak bertanggung jawab.

Suasana dibentuknya PADA setelah terungkap pembangunan Bandara Bali Utara berlokasi di Desa Kubutambahan dari desa Negak/Lingggih Kubutambahan datang langsung dihadiri BPN tanggal 5 Oktober 2020 di Gedung Jaya Saba. Saat telekonfren Gubernur Bali dengan empat Mentri, tanah tersebut dikontrak Investor PT Pinang Propetindo Rp5,4 Miliar dibayar lunas dalam jangka waktu 30 tahun dengan batas waktu tidak ditentukan.

Selain sebagai Ketua GTI, Budiasa selaku Kepala Biro JurnalPatroliNews Buleleng berupaya mengulas dibalik batalnya pembangunan Bandara Bali Utara di Desa Kubutambahan, seperti yang dituturkan Ketut Ngurah Mahkota. Sebelum telekonfren Gubernur Bali menanyakan kronologis tanah adat Kubutambahan kepada Kelian adat Jro Pasek Ketut Warkadea. Sebelum ada tanda kontrak kepada Investor PT Pinang Propertindo , Ade Soehari dari Jakarta yang diwakili oleh Ibu Rini, Jero Pasek Ketut Warkadea katanya mengumumkan kepada warga adat, namun faktanya tidak. Bahkan, krontrak tanah adat yang seluas 370 hektar dengan nilai Rp5,4 Miliar warga tidak mengetahui secara pasti dan bahkan tidak pernah diumumkan sebelumnya ke warga.

Menariknya? Daftar hadir dipakai lampiran untuk melengkapi Surat Perjanjian Sewa Kontrak di Notaris, sehingga Krama Desa Adat Kubutambahan secara pasti dirugikan. Dan kontrak dalam batas waktu yang tidak ditentukan, semua bangunan diatasnya tanah tersebut tetap menjadi milik pihak Kedua, serta pihak Kedua berhak menjual ke pihak lain.

Gubernur Bali menanyakan nilai kontrak tersebut dan dijawab Rp4 Miliar dan katanya Investor baru membayar Rp3,3 Miliar dan masih tersisa Rp700 juta + Royalti Rp750 juta.

Setelah itu, gubernur telekonfren dengan empat mentri dan hal itu disampaikannya. Gubernur menanyakan kepada Warkadea pernah tidak menandatangi atau membuat rekomendasi tentang SHGB dijawab tidak. Namun, kebohongan Jro Warkadea diungkap oleh Investor PT Pinang Propertindo diwakili oleh Ibu Rini bahwa uang kontrak tanah tersebut sebanyak Rp5 Miliar telah dibayar lunas sembari memperlihatkan bukti pembayaran kepada Gubernur,” kata Mahkota.

Muncul SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) yang ditandatangani pihak Pertama, yaitu Jro Warkadea sesuai kesepakatan yang dijawab oleh PT Pinang. Ada? Gubernur Bali Wayan Koster dibikin malu oleh Jro Warkadea, karena pengakuan Kelian Adat itu tidak sesuai dengan jawaban dari PT Pinang Propertindo. Dalam perjanjian kontrak tanah seluas 370 hektar yang rancana dibangun Bandara Bertaraf Internasional dari tahun 2012 selama kontrak 30 tahun hingga perpanjangan tidak terbatas.

“Kami masyarakat Kubutambahan, yaitu desa Negak/Linggih dibohongi selama 7 tahun lebih oleh Jro Pasek Warkadea, perjanjian itu malah ditanda tangani di Hotel wilayah Pemaron. Kalau tidak ada rencana Bandara, mungkin kebohongan ini terus tertutupi.
Setelah kami diperlihatkan perjanjian itu oleh Gubernur, semua berbeda disana ada jumlah uang yang terkirim Rp5,550 Miliar dan sudah terlunasi dari PT Pinang. Namun yang masuk dalam Kas Desa Adat hanya Rp2,4 Miliar dan dibilang sisanya belum terbayarkan dari PT Pinang, katanya Desember 2020 akan dilunasi,” ungkap Ketut Ngurah Mahkota

Kemana sisa uang sejumlah itu di bawa oleh Jro Warkadea….? Menariknya, dari 370 hektak milik Desa Adat Kubutambahan timbul 16 hektar telah turun surat pelelanganya, setelah diproses penyerahan pemanfaatan lahan tersebut oleh Desa Adat kepada Pemprov Bali timbul dari bebagai Bank akan melelang tanah itu. Dan harapan Gubernur Bali pupus mewujudkan Bandara Buleleng yang rencananya akan mulai dibangun 2023, namun Gubernur menyarankan para sesepuh Kubutambahan untuk membuat paruman ulang dan beliau (Gubernur Wayan Koster) siap menghadiri menjelaskan kepada masyarakat Kubutambahan yang memiliki 32 Desa Linggih.

Hal menarik yang terjadi saat 32 Desa Negak/Linggih Kubutambahan akan kembali menghadiri pertemuan di Gedung Jaya Sabha Denpasar, malah dicegat dan digagalkan oleh diduga preman dari Jro Warkadea untuk menggagalkan pertemuan dengan Gubernur Bali. Namun, beberapa orang berhasil lolas dan tiba bertemu Wayan Koster. Atas status tanah adat tersebut bermasalah, sehingga Bandara Bali Utara yang sesuai RTRW dan beberapa kajian di Kubutambahan terancam gagal di bangun 2023.

“Jro Warkadea selama satu tahun ini tidak pernah menggelar paruman adat membahas tanah tersebut, kami Krama adat sudah dibohongi, gtermasuk uang itu dimana kami sama sekali tidak diberitahu yang jelas diperjanjian itu telah terbayar lunas dan ini sudah mengecewakan semua pihak, apa lagi dari pemprov telah banyak mengeluarkan biaya agar bandara ini bisa terwujud, dan ini juga bukan saja membohongi kami masyarakat Kubutambahan, termasuk masyarakat luas di Buleleng. Ini ibaratkan mafia Joko Candra,” jelas penuturan Ketut Ngurah Mahkota sebelum pengukuhan PADA Jumat sore (13/11) pukul 17.00 Wita.hh

Disisi lain, ada pemindahan hak secara pribadi atas nama Jro Pasek Ketut Warkadea dengan seluas tanah mencapai 36 hektar dari 370 hektar tanah adat tersebut.

Informasi yang beredar, kini aset Desa Adat Kubutambahan disekolahkan kepada Bank mencapai Rp1.4 Triliun, siapakan akan menyelamatkan aset tersebut…?

“Dengan adanya ketidak cocokan itu langkah yang di ambil PADA (Penyelamat Aset Desa Adat) Kubutambahsn akan bela pati atas aset yang dimiliki untuk tidak hilang dimakan oknum tidak bertanggung jawab,” jelas Jro Gede Budiasa selaku Ketua GTIyang tinggal di Desa Kubutambahan ditunjuk warga untuk mendampingi permasalahan tanah yang dimiliki Adat Kubutambahan.

“Secara pribadi kami sih tidak ingin dulu mencapuri Desa Linggih, karena kami dianggap Desa Sampingan menurut Jro Warkadea dengan awig yang dibuat sendiri, tetapi atas desakan warga kami ditunjuk, karena dianggap sebagai warga adat dan hari ini dibentuk Tim PADA untuk menyelamatkan “duwen” Adat atau aset Desa Adat. Kami siap Bela Pati aset-aset Adat itu,” jelas Jro Gede Budiasa selaku Wakil Ketua Tim PADA.

Dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): “Barang siapa dengan sengaja membuat Surat memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, pembebasan hutang yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.” palsu atau perikatan atau maksud untuk pemakaian.

(TiR).-

Komentar