Habitat Jalak Bali Sempat Rawan Terbakar

JurnalPatroliNews – Buleleng – Habitat Jalak Bali kini berada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) di Semenanjung Prapat Agung, tepatnya Teluk Brumbun dan Teluk Kelor.

Seperti pengalaman ketika masih aktif sebagai reporter Bali Post Biro Buleleng, di era tahun 1990an sempat menelusuri sejarah penyebaran jalak Bali, pernah sampai ke daerah Bubunan di Seririt. Namun, saat ini di TNBB di ujung Barat Pulau Bali luasnya mencapai 19.000 hektare.

TNBB menjadi habitat beragam flora dan fauna. Burung Jalak Bali (Leucopsar rothshcildi) termasuk satwa yang dilindungi undang-undang sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970. Pasalnya, Jalak Bali hanya ada di kawasan TNBB.

Burung yang berjambul indah ini tidak pernah dijumpai hidup secara liar di belahan bumi manapun di dunia ini, kecuali di Bali.

Oleh karena itu, pemerintaha provinsi menjadikan Jalak Bali sebagai fauna Provinsi Bali. Orang Bali kerap menyebut burung ini sebagai Curik Bali atau Curik Putih, karena sebo besar bulunya berwarna putih bersih, kecuali bulu ekor dan ujung sayapnya berwarna hitam.

Hanya di sekitar kelopak mata tak berbulu dan berwarna biru tua. Sementara ukuran badan burung Jalak Bali jantan dan betina sulit dibedakan. Hanya yang jantan agak lebih besar dan memiliki kuncir lebih panjang.

Di TNBB, Jalak Bali tak sendiri. Beragam flora dan fauna ada di sana. Taman Nasional yang masuk wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Jemberana dan Buleleng ini juga menjadi sarang hewan lainnya, seperti Menjangan, Trenggiling dan Banteng.

Di kawasan hutan yang rimbun inilah burung Jalak Bali tumbuh dan berkembang. Sayang kawasan TNBB tak lagi selebat tempo doeloe. Banyak pencari kayu rencek masuk ke dalam hutan. Kini di kawasan TNBB juga terdapat padang dan semak yang luas dan rawan terbakar saat musim kemarau.
Semak belukar dan dedaunan yang kering sangat mudah terbakar bila dipicu percikan api. Kendati kawasan konservasi, di beberapa titik TNBB juga rentan terjamah orang lantaran posisinya berdekatan dengan pemukiman ataupun jalan raya. Jika tak diawasi oleh petugas, orang bisa dengan leluasa masuk ke dalam hutan, termasuk kemungkinan menangkap atau menembak satwa yang dilindungi itu, seperti Menjangan. Dengan kondisi jalan yang hancur dan berdebu di musim kemarau tampaknya orang ogah masuk, kecuali kepentingan ada upacara.

Penulisan habitat Jalak Bali di kawasan TNBB ini, berdasarkan pengalaman yang diperoleh terakhir tahun 2014. Tepatnya, awal Oktober 2014 terjadinya kebakaran di kawasan yang berdekatan dengan jalan raya di wilayah Gilimanuk.

Saat itu, kebetulan dari perjalanan pulang dari Banyuwangi dengan kendaraan bermotor roda dua.
Semak belukar yang mengering akibat musim kemarau mudah terbakar karena dengan mudah disulut api. Pemicunya justru dari orang yang dengan sengaja atau tidak sengaja membuang puntung rokok sembarangan.
Suasana hutan yang panas, terutama saat hutan terbakar tentu saja amat rawan bagi hewan dan burung burung yang ada di sana, termasuk burung Jalak Bali.
Buktinya, memasuki musim kemarau ini, kawanan kera dan menjangan sering melintas ke jalan Singaraja-Gilimanuk ataupun Gilimanuk-Negara (Jembrana) yang membelah kawasan TNBB. Mereka mencari makan hingga ke pinggir jalan lantaran bahan makanan di dalam areal sulit. Tak terkecuali juga burung Jalak Bali. Kendati dilindungi dan menjadi perhatian, banyak burung Curik Bali yang gagal hidup lantaran dimakan predator ataupun kondisi udara yang panas.
Karena itu, di beberapa lokasi yang menjadi lokasi penangkaran di dalam areal konservasi, seperti di Semenanjung Prapat Agung mendapat pengawasan ekstra. Terutama saat burung Jalak Bali sedang memasuki masa pembiakan di habitatnya. Di alam burung Jalak Bali bisa dilakukan musim penghujan, mulai November sampai dengan Mei.

Permasalah lain, adalah maraknya pencari kayu rencek. Para pencari kayu bakar di sekitar TNBB seolah mengakar dan sulit diberantas. Pasalnya, para pencari kayu hutan yang notabene warga di sekitar TNBB menggantungkan pencaharian mereka dari sana. Tindakan itu, hampir setiap hari terjadi. Namun, mereka secara leluasa keluar masuk kawasan hutan lantaran berbatasan dengan jalan raya. Walaupun tiap harinya kayu yang diambil hanya sedikit, namun bila diakumulasikan setiap hari hingga bertahun-tahun kayu yang diambil menjadi banyak.

Pencari kayu bakar ini nekat mencari kayu hingga ke kawasan hutan lantaran adanya permintaan. Beberapa kali para pelaku rencek ini diamankan, namun tetap hal tersebut terjadi. Bahkan, secara kasat mata saat siang hari pun, terlihat sepeda motor dengan tumpukan kayu berjalan keluar hutan.

Kawasan TNBB ini juga menjadi sumber air bagi masyarakat sekitarnya. Dengan topografi TNBB yang curam dan landai, di kawasan itu terdapat empat gunung, di antaranya Prapat Agung, Gunung Kukatakan, Banyuwedang, dan Sangiang. Sumber sumber air masyarakat, seperti di Melaya dan Buleleng berada dari dataran tinggi itu. Sementara kebakaran hampir selalu terjadi setiap tahunnya, terutama ketika musim kemarau.

Sebagai sebuah pengalaman, ketika kenal dekat dengan petugas TNBB yang berkantor pusat di kawasan Melaya, sebelah barat jalan pertigaan Gilimanuk – Buleleng sempat diajak naik “jukung” pakai mesin. Perjalanan di laut Gilimanuk hingga arah timur kawasan TNBB wilayah Buleleng. Begitu merapat di pantai, langsung bergerak ke area TNBB di dalam hingga nyeberang jalan raya. Tujuannya? Mengenal lebih dekat kawasan TNBB di Kabupaten Buleleng-Jembrana.
@ Made Tirthayasa.-

Komentar