Hari HAM: Quo Vadis Tanggung Jawab Negara atas Perlindungan Hak dan Seksualitas Perempuan

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Dalam rangka menyambut hari HAM sedunia, Solidaritas Perempuan menggalang dukungan publik untuk mendesak pemerintah melindungi hak asasi perempuan serta menghapuskan segala diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan di berbagai konteks melalui konferensi pers yang bertajuk “Hari HAM: Quo Vadis Tanggung Jawab Negara atas Perlindungan Hak dan Seksualitas Perempuan.” Situasi penindasan hak dan seksualitas perempuan semakin berlapis seiring dengan krisis iklim, kerusakan lingkungan, serta pelemahan demokrasi dan menyusutnya ruang politik perempuan.

Konferensi pers ini mengupas ragam dan lapisan kekerasan yang dialami oleh perempuan, termasuk kekerasan seksual dan paradigma sosial maupun negara yang menyasar seksualitas perempuan, kekerasan perempuan akibat dampak krisis iklim dan kerusakan lingkungan, kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayah konflik agraria, dan peminggiran serta pembungkaman perempuan dalam konteks politik.

Para narasumber mengungkapkan, terdapat dimensi struktural pada tiap kasus kekerasan terhadap perempuan. Perempuan dan masyarakat secara lebih luas seringkali tidak hanya dipinggirkan dalam proses-proses pengambilan keputusan dan pembangunan sebagai hasil dari pandangan patriarkis dan orientasi produksi masif.

“Kerusakan lingkungan yang terjadi dan juga peran perempuan sangat-sangat berpengaruh. Kedua hal ini bukan dua hal yang harus dipisahkan, tapi dua hal yang harus didekatkan dan dikaitkan. Ketika peran perempuan dilibatkan dalam mengambil keputusan dalam perlindungan dan penjagaan lingkungan sekitarnya, maka lingkungan itu akan baik. Sebaliknya, jika perempuan dieksploitasi, dikriminalisasi, dan juga tidak diberikan hak untuk bicara serta tidak diberikan akses untuk melindungi sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Maka kerusakan lingkungan itu akan sangat jauh lebih besar dan cepat rusaknya,” ujar Novita Indri, Extinction Rebellion Indonesia.

Kerusakan lingkungan adalah bagian paling dasar dari rantai kekerasan terhadap perempuan.

Sementara sumber daya pangan dan lingkungan sudah rusak karena eksploitasi dan pembangunan yang dilakukan tanpa melihat dampak, peran perawatan yang dilekatkan memaksa mereka untuk menempati dan melakukan kerja-kerja yang rentan akan kekerasan untuk melanjutkan keberlangsungan hidup keluarga dan komunitasnya.

 “Persoalan ketidakadilan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber penghidupan yang kemudian akan berdampak pada bencana dan ekologis, dan kemiskinan. Pada pokoknya krisis dimensional itu adalah persoalan struktural, yang kemudian lahir dari satu sistem yang salah,” ungkap Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI.

Sementara, demokrasi prosedural tidak cukup untuk menjawab persoalan politik perempuan dan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan.

 Lebih dalam, perspektif patriarkis dan paradigma kapitalis yang teroperasionalisasi dalam proses-proses politik terbukti memarjinalisasi bahkan menyebabkan kekerasan terhadap perempuan.

Komentar