Ini Sosok Jenderal yang Bantai Rohingya dan Kudeta Suu Kyi

JurnalPatroliNews – Jakarta, Kelompok junta militer Myanmar telah berhasil mengadakan kudeta kekuasaan. Dalam kudeta ini Pemimpin tertinggi Myanmar dan aktivis demokrasi Aung San Suu Kyi ditahan atas tuduhan kecurangan yang dilakukan pada pemilu November lalu.

Dalam insiden kudeta ini, sosok Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menjadi sorotan. Pimpinan tertinggi militer itu bahkan menerapkan status darurat ke Myanmar dan menunjuk pelaksana tugas (Plt) presiden.

Siapa dia?

Melansir Reuters, Min Aung Hlaing dianggap sebagai kunci dari ‘peran abadi’ tentara dalam sistem politik di Myanmar saat ini. Pria berusia 64 tahun ini awalnya menjauhi aktivisme politik saat ia belajar hukum di Universitas Yangon pada 1972-1974.

“Dia orang yang tidak banyak bicara, biasanya tidak menonjolkan diri,” tulis Reuters mengutip seorang teman sekelasnya 2016 silam.

Namun di tahun 1974, Min Aung Hlaing memutuskan untuk bergabung dengan universitas militer utama, Akademi Layanan Pertahanan (DSA). Meski demikian kala itu, sosoknya masih belum menonjol.

Menurut seorang anggota DSA, Min Aung Hlaing adalah kader biasa. “Dia dipromosikan secara teratur dan lambat,” kata teman sekelasnya, menambahkan dalam wawancara tahun yang sama.

Karir militernya diwarnai dengan penumpasan pemberontak di Myanmar Timur. Pada 2009, ia menggulingkan kekuasaan pemimpin regional Peng Jiasheng di wilayah Kokang yang dekat dengan China.

Tetapi, Min Aung Hlaing kemudian mengambil alih pimpinan militer pada tahun 2011. Saat itu transisi Myanmar menuju demokrasi dimulai.

Para diplomat di Yangon mengatakan bahwa dengan dimulainya masa jabatan pertama Suu Kyi pada tahun 2016, Min Aung Hlaing telah mengubah dirinya dari tentara pendiam menjadi politisi dan tokoh masyarakat. Pengamat mencatat penggunaan Facebook untuk mempublikasikan kegiatan dan pertemuan dengan pejabat dan kunjungan ke biara.

Profil sosial medianya berhasil menarik ratusan ribu pengikut. Namun di 2017, laman itu hilang setelah ia gencar dituding sebagai dalang dari serangan militer terhadap minoritas Muslim Rohingya.

Menurut para diplomat dan pengamat, Min Aung Hlaing mempelajari transisi politik sejumlah negara. Ini membuatnya mampu menghindari kekacauan pasca perubahan rezim pada tahun 2011.

Hal langka kemudian diambil Min Aung Hlaing pada 2016. Ia memperpanjang masa jabatannya di pucuk pimpinan militer selama lima tahun.

Ini sebuah keputusan yang mengejutkan para pengamat yang mengharapkan dia untuk mundur tahun itu. Tahun ini, keluhan dari tentara soal ketidakberesan dalam daftar pemilih Pemilu 8 November 2020 yang memberikan kemenangan besar bagi partai Suu Kyi, membuatnya gencar berpendapat dan menentang hasil pemilu.

Melansir AFP mengutip pemberitaan TV Myawaddy yang dikelola militer, saat ini kendali atas “undang-undang, administrasi dan peradilan” berada di tangan Min Aung Hlaing. Ini menandai secara efektif pengembalian kekuasaan Myanmar ke kekuasaan militer.

Terlibat Pembantaian Rohingya

Min Aung Hlaing disebut juga terlibat dalam pembantaian etnis Rohingya. Ia juga dianggap memikul tanggung jawab sama dengan Suu Kyi atas genosida ke etnis Muslim itu.

Di 2018, sebuah laporan Tim Pencari Fakta Internasonal menulis bagaimana Min Aung Hlaing dengan sengaja menargetkan warga sipil di Myanmar Utara. Ini merupakan negara bagian Rakhine, tepat Rohingya berada.

Laporan itu menyebut ada diskriminasi sistemik dan pelanggaran hak asasi yang dilakukan. Secara khusus, dia disebut melakukan pembersihan etnis.

Investigasi itu membuat ia dijatuhi sanksi oleh AS tahun 2019. Paman Sam melarang dirinya bepergian, membekukan setnya di negara itu dan menghukum transaksi keuangan antara dirinya dan siapapun di negeri itu.

(cnbc)

Komentar