Jadi Pemicu Antivaksin di Pakistan, Setelah Kedok Operasi CIA Buru Osama bin Laden Terungkap!

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Kedok program vaksinasi CIA untuk melacak dan membunuh Osama bin Laden (Usamah bin Ladin) telah menyebabkan berkembangnya keraguan masyarakat di Pakistan terhadap setiap program vaksinasi. Gerakan antivaksin berkembang beberapa tahun setelah operasi rahasia CIA itu terungkap.

Pada 2011–Osama tewas pada Mei, dilaporkan kalau CIA berada di balik kampanye vaksinasi massal di Abbottabad, Pakistan. Merekrut seorang dokter lokal sebagai agen, mereka membagikan Vaksin Hepatitis B untuk bayi sembari mengumpulkan sampel DNA.

CIA dilaporkan memiliki DNA pembanding yakni milik saudara perempuan Osama yang meninggal di Amerika Serikat setahun sebelumnya.

CIA berusaha mencari anak yang bisa membimbing mereka ke informasi lokasi persembunyian pendiri Al-Qaidah, kelompok terorisme yang berada di balik serangan terorisme 11 September 2001 tersebut. Serangan itu menewaskan hampir 3 ribu orang dan melukai 25 ribu lainnya.

Laporan kedok CIA itu kontan memicu kemarahan di Pakistan dan gerakan antivaksin oleh kelompok-kelompok Islam radikal. Monica Martinez-Bravo dari Centre for Monetary and Financial Studies di Madrid, Spanyol, dan Andreas Stegmann dari University of Warwick, Inggris, kemudian melakukan penelitian efek dari semua itu terhadap efektivitas program vaksinasi di Pakistan.

Mereka mengumpulkan data dari survei Pengukuran Standar Hidup dan Sosial Pakistan kepada 18.795 anak yang lahir antara Januari 2010 dan July 2012 di 115 distrik yang ada di Pakistan. Survei mencari tahu apakah anak-anak itu telah mendapatkan vaksin-vaksin diphtheri, pertussis dan tetanus (DPT); polio; dan cacar.

Keduanya lalu membandingkan hasil survei itu dengan sikap politik setiap distrik seperti yang tergambar melalui Pemilu Pakistan 2008–pemilu terbaru sebelum laporan adanya vaksinasi palsu oleh CIA muncul. Mereka menemukan tingkat vaksinasi DPT menurun 23 persen, polio menurun 28 persen, dan cacar menurun 39 persen di distrik-distrik dengan dukungan Islam radikal yang lebih kuat pascalaporan beredar.

“Para orang tua di distrik-distrik itu kemungkinan terpapar propaganda antivaksin yang dikampanyekan kelompok radikal,” kata Martinez-Bravo dalam laporan penelitiannya itu yang dipublikasikan di Journal of the European Economic Association, Selasa 11 Mei 2021.

Kedua peneliti juga menemukan penurunan yang lebih besar tingkat vaksinasi di antara anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Rata-rata perbedaannya lebih dari tiga persen.

“Ini diduga disebabkan rumor yang disebarkan Taliban Pakistan bahwa vaksin-vaksin dbuat untuk mensterilkan para perempuan muda muslim,” kata Martinez.

Dia dan Stegmann juga meneliti apakah penurunan tingkat vaksinasi menyebabkan berkembangnya prevalensi penyakit di negara itu. Hasilnya, sejumlah distrik dengan pendukung Islam radikal yang kuat memiliki, rata-rata, jumlah kasus penyakit polio 1,66 lebih banyak daripada distrik yang lainnya.

Beruntungnya, data awal penelitian juga mengungkap kalau keraguan terhadap vaksin tak berumur panjang.

“Efek ini kelihatannya memudar untuk anak-anak yang lahir dua tahun berselang dari kehebohan laporan vaksinasi oleh CIA,” kata Martinez-Bravo.

Imran Rasul dari University College London, Inggris, menilai hasil studi tersebut memberi pelajaran penting untuk upaya saat ini memerangi Covid-19 di negara kaya maupun miskin. “Di mana keprihatinan terhadap misinformasi dan sentimen antivaksin masih relevan,” katanya.

(*/lk)

Komentar