Jakarta Selalu Mengadudomba Orang Papua Dalam Momentum Politik

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Senator Papua Herlina Murib menyatakan Pemerintah Republik Indonesia selalu menggunakan Politik Devide at Impera untuk mengadudomba Orang Asli Papua (OAP) dalam setiap momentum politik.

“Di akhir tahun ini kita lihat bersama dalam proses Rapat Dengar Pendapat Umum yang diselenggarakan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP). Di Wamena, Merauke, dan di media sosial, dan segelintir elit Papua, mencoba untuk menghalau rapat dengar pendapat dengan menggunakan narasi otonomi khusus berhasil pembangunan dan lain-lain,” katanya kepada wartawan melalui sambungan selulernya, Sabtu (21/11/2020).

Murib mengatakan, politik Devide at Impera ini tidak akan menyelesaikan masalah. Justru akan menambah masalah baru yang berujung pada kebencian, diskriminasi, kematian OAP. dan itu bukan budaya orang Papua, Melanesia dalam menyelesaikan masalah.

“Selain politik devide at impera pemerintah juga sering mendengarkan aspirasi dari elit-elit lokal dan segelintir kepala-kepala suku yang mengatasnamakan masyarakat sehingga persoalan Papua tidak pernah usai,”katanya.

Murib mengatakan, setiap persoalan di Papua tidak bisa diselesaikan dengan mengadudomba orang asli Papua. Pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat Papua.

“Saya sarankan kepada pemerintah pusat untuk tidak lagi mengadudomba masyarakat Papua. Tetapi mari kita tegakkan demokrasi bersama-sama melihat aspirasi masyarakat yang diajukan,” katanya.

Murib mengatakan, sudah lama Orang Asli Papua diperlakukan tidak manusiawi. Sehingga momentum ini semua pihak harus menghargai amanah undang-undang.

“Jangan sampai di akhir dari pada implementasi undang-undang otsus ini. Negara hadir pola pendekatan klasik yankni dengan politik adu domba. Sebab kami orang Papua selalu ada momentum politik diperlakukan tidak manusiawi. Mengapa pemerintah tidak bisa menyelesaikan persoalan di Papua dengan cara yang bermartabat tanpa kekerasan,” katanya.

Salah seorang Anggota Legislator Papua Laurenzus Kadepa pertanyakan para bupati yang menolak Majelis Rakyat Papua menjalankan amanah UU Otsus yakni rapat dengar pendapat atau RDP dan RDPU.

“Pada hal rapat dengar pendapat itu penting sekali untuk 3 komponen bicara. yakni, adat, agama dan perempuan,” katanya.

Kadepa mengatakan, ini ruang mereka ( 3 komponen ) ini bicara tentang manfaat yang dirasakan dari Otsus selama ini. Bukan bicara NKRI harga mati atau Papua Merdeka. Saya minta Negara segera evaluasi dan periksa penggunaan dana Otsus oleh para bupati selama 20 tahun berjalan.

“Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga kultur mestinya tetap berpegang pada amanah UU Otsus jangan menyerah. Ingat Penolakan bukan datang dari rakyat lebih khususnya dari 3 komponen yakni adat, agama dan pemerintah,” ujarnya.

“Melainkan penolakan ini datang dari penguasa yang selama ini mengatur mengelolah dana Otsus seharusnya tidak wajar.”

“Maka, Untuk mematuhi dan menjalankan anjuran pemerintah soal protokol kesehatan di saat melakukan kegiatan rapat dengar pendapat dan apapun kegiatannya di saat Pandemi Covid-19 adalah kewajiban semua pihak,” pungkasnya.  (suara meepago)

Komentar