Jurang Perang Proxy, Ambisi Turki di Pusaran Konflik Bersenjata di Libya, Analis Sebut Ada Kepentingan Ekplorasi Gas

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Konflik bersenjata di Libya kini di tepi jurang perang proxy dengan keterlibatan Turki dan beberapa negara besar lainnya. Negara-negara ini  memberikan dukungan dana, senjata dan politik kepada dua pemimpin yang bermusuhan di Libya.

Media internasional melaporkan Turki mengirimkan tentara bayaran dan senjata berat untuk berperang melawan pasukan yang dipimpin panglima perang angkatan bersenjata nasional Libya, Jenderal Khalifa Haftar.

Turki selama ini mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional yang dipimpin Perdana Menteri Fayez al-Sarraj di Tripoli. PBB hanya mengakui pemerintahan al-Sarraj.

Sekalipun PBB resmi memberikan dukungan kepada Pemerintah Kesepakatan Nasional, beberapa negara besar malah memberikan dukungan kepada panglima perang Libya Jenderal Khalifa Haftar.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Prancis, dan Rusia merupakan negara yang secara terbuka mendukung Haftar, dengan memberikan bantuan dana maupun senjata canggih.

Haftar pun menjadi kekuatan yang tidak mudah ditundukkan oleh para musuhnya .

Haftar, bekas tangan kanan Muammar Ghadafi, saat ini menguasai separuh Libya. Pasukan Haftar telah menguasai kawasan timur Libya dan beberapa daerah di kawasan Barat.

Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyib Erdogan tampak yang paling aktif dalam pusaran konflik Libya untuk menjatuhkan Haftar.

Presiden Erdogan mengatakan pihaknya intens melobi Rusia dan Amerika Serikat untuk memberikan dukungan kepada pemerintahan al-Sarraj.

Menurut laporan Daily Sabah, 9 Juni 202O, Presiden Erdogan mengatakan dia sudah mencapai kesepakatan dengan Presiden Donald Trump untuk membangun era baru di Libya.

Sebulan berselang, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memberikan peringatan bahwa konflik di Libya telah memasuki fase baru yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya, yakni intervensi negara asing termasuk dengan senjata canggih dan tentara bayaran.

“Waktu tidak berada di pihak kami di Libya,” kata Guterres mendesak masyarakat internasional untuk menggunakan segala peluang untuk membuka kembali dialog antar dua kekuatan di Libya.

PBB memaparkan konflik di Libya sudah membuat hampir 30 ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat pertempuran sengit dua kubu di kawasan pinggiran selatan kota Tripoli dan Tarhouna.

Lebih dari 400 ribu orang mengungsi. Misi Dukungan PBB di Libya melaporkan antara 1 April hingga 30 Juni sedikitnya 356 korban, termasuk 102 warga sipil tewas, dan 254 lainnya luka.

Bau permusuhan semakin kental ketika Haftar secara terbuka memerintahkan Turki menarik semua tentara bayarannya dan persenjataannya dari Libya atau senjata yang akan bicara.

Haftar saat berpidato di hadapan pasukannya untuk memperingati Idul Adha menuding presiden Turki datang ke Libya untuk mencari “warisan para leluhurnya”.

Haftar menegaskan, Libya tidak akan pernah menerima kolonialisme. Turki selama 300 tahun menjajah Libya tidak menyaksikan apapun kecuali iblis.

Apa kepentingan Turki di Libya dengan mendukung pemerintahan al-Sarraj?

Erdogan ini menjaga stabilitas dan keamanan di Libya sehingga Ankara mendapat akses untuk mengeksplorasi gas di sepanjang perbatasan laut kedua negara.

Analis senior di Rystad Energy, Aditya Saraswat mengatakan, Turki berkepentingan untuk melakukan eksplorasi gas di sepanjang perbatasan laut Turki dan Libya di bagian timur laut Mediterania.

Perbatasan laut sepanjang 200 mil ini akan menjadi lahan eksplorasi gas Turki.

Kesepakatan Libya dan Turki dalam eksplorasi gas telah dikecam negara tetangganya. Siprus mengatakan, zona ekonomi eksklusif baru yang disepakati Turki dan Libya telah menerobos perbatasan internasional Siprus.

Libya merupakan negara pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika dengan perkiraan 48,4 miliar barel atau terbesar kedelapan di dunia.

Analis ekonomi Libya dan mantan direktur Malita Oil Company, Mahmoud AlAun mengatakan, Pemerintah Kesepakatan Nasional tidak lagi mampu menolak tawaran Turki karena dukungan politik dan militer yang diberikan.

“Turki ingin mendapatkan pasar terbesar dari proyek-proyek rekonstruksi dan kesepakatan perdagangan dan untuk berbagi pengelolaan sumur minyak,” kata AlAun.

Organ Oytun dari Pusat Studi Strategis Timur Tengah mengatakan, ketamakan akan minyak dan gas menjadi salah satu faktor penentu Ankara ikut campr di Libya.

Perlu diingat juga, banyak perusahaan Turki yang telah menjalankan bisnisnya di Libya di masa Ghadafi yang mengalirkan dana miliar dollar Amerika ke Turki. Perang saudara membuat perekonomian Libya hancur lebur. Turki ingin membangun bisnisnya kembali dari Libya.(lk/*)

Komentar