Jurnalis Dandhy Laksono: Tak Ada Salahnya Orang Papua Mencoba Solusi Lain

Jurnalpatrolinews – Makassar, Jurnalis yang melakukan perjalanan keliling Indonesia dalam ekspedisi Indonesia Biru pada 2015, Dandhy Dwi Laksono menyatakan tak ada salahnya jika orang Papua mencoba solusi lain, karena pendekatan yang dilakukan pemerintah di Papua selama ini dianggap gagal.

Pernyataan itu dikatakan Dandhy dalam diskusi daring “4 Jurnalis Keliling Indonesia Bicara 75 Tahun Indonesia Merdeka dan NKRI Harga Mati”. Diskusi yang digelar Redaksi Jubi dengan moderator Veronica Koman ini, dilaksanakan pada Senin petang (17/8/2020).

Ia mengatakan, sejak 1962 negara melakukan pendekatan militer di Papua. Akan tetapi upaya itu tak berhasil. Tuntutan referendum terus didengungkan. Pemerintah kemudian memberikan Otonomi Khusus atau Otsus untuk Papua, 20 tahun lalu. Namun lagi-lagi kompromi politik itu tak berhasil. Aspirasi merdeka semakin menguat, bahkan oleh generasi saat ini.elama 50 tahun pendekatan militer di Papua tidak menghentikan timbulnya generasi baru dengan kesadaran baru dan pilihan pilihannya. Dua cara sudah gagal. Cara dengan kekerasan militer dan menyogok dengan gula-gula politik juga gagal,” kata Dandhy.

Menurutnya, kalau pun pemerintah memaksakan melanjutkan Otsus atau dengan cara lain, sampai kapan eksperimen itu akan berlangsung.

“Artinya gak ada cara lain. Apa yang mau diteruskan dengan cara ini. Kalau misalnya penentuan nasib sendiri seperti keinginan orang Papua gagal juga, nggak apa yang penting sudah mencoba ” ujarnya.

Katanya, setiap kebijakan negara terhadap Papua selama ini, yang merasakannya adalah orang Papua. Kalau orang Papua menyatakan sudah cukup 20 tahun Otsus diberlakukan dan ingin mencoba cara lain, tak bisa dipaksa untuk kebijakan lain.

“Menurut saya Otsus ini hanya kedok untuk meredam aspirasi lebih besar yaitu penentuan nasib sendiri. Yang berhak memutuskan apakah Otsus bisa dilanjutkan atau tidak, orang Papua sendiri,” ucapnya.

Dalam diskusi yang sama, jurnalis yang keliling Indonesia pada 2009 lalu, dalam ekspedisi Zamrud Khatulistiwa, Farid Gaban mengatakan menyatukan keberagaman bukan dengan kekerasan atau paksaan. Melainkan dengan keadilan sosial dan penghormatan.

“[Tindakan kekerasan, paksaan] rasisme, diskriminasi, represif dan lainnya justru dapat mempercepat Indonesia pecah,” kata Farid.

Menurutnya, jika ada masyarakat di satu wilayah ingin berpisah dengan Indonesia, mereka pasti punya alasan. Persatuan tidak mungkin dipaksakan, dan persatuan dinilai bagian dari negerosiasi, juga dialog.

Mengenai Papua kata Farid, ia ingin provinsi di ujung Timur Indonesia itu tetap bersama Indonesia. Akan tetapi, tak adil jika mengabaikan ketidakadilan, diskriminasi, rasisme dan lainnya yang terjadi di Papua.

“Kalau seperti itu, saya serahkan kepada teman-teman di Papua untuk memilih jalannya sendiri. Salah satunya mungkin lewat referendum. Kita tidak selalu harus bertengkar. Kita lewat jalan damai,” ujarnya.

Katanya, tidak selalu keinginan merdeka itu ada akan langsung terwujud. Namun keinginan tersebut suatu yang wajar. Juga, tidak selamanya pelaksanaan referendum itu langsung menang.   (jubi)