Kasus Covid DKI Belum Juga Turun Meski Testing Tinggi, Epidemiolog Ingatkan : Anies Tidak Terjebak Perkara Testing

JurnalPatroliNews – Jakarta,  Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan berbagai jurus untuk memerangi wabah virus corona (Covid-19) di ibu kota. Namun, sampai hari ini, angka kasus positif di Jakarta belum juga menunjukkan penurunan.

Sejak pandemi melanda pada awal Maret sampai 25 Oktober, jumlah kasus positif di Jakarta sudah mencapai 100.991 kasus. Adapun kasus positif  secara nasional sebanyak 389.712 kasus.

Dengan perbandingan di atas artinya sekitar 26 persen kasus positif di Indonesia disumbangkan oleh Jakarta. Angka ini jadi yang tertinggi dibandingkan provinsi lain.

Dalam sejumlah kesempatan Anies acap menyebut bahwa tingginya kasus positif di Jakarta dikarenakan masifnya jumlah tes yang telah dilakukan.

Ia berkata kapasitas testing di Jakarta 10 kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).

“Kapasitas testing kita, kapasitas seluruhnya baik pemerintah maupun swasta itu hampir 11 ribu. Artinya, kapasitasnya itu 10 kali lipat dari yang diharuskan oleh WHO,” kata Anies beberapa waktu lalu.

Merujuk data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sejak pandemi melanda sampai Jumat (23/10), Jakarta telah melakukan tes PCR terhadap 1.183.408 orang. Atau dapat dikatakan Jakarta telah mengetes 111.170 orang per sejuta penduduk.

Kendati menggelar tes secara masif, kasus positif tetap bertambah. Masih berdasarkan data Pemprov DKI per Jumat (23/10), secara total, rasio positif kasus corona di Jakarta sebesar 8,4 persen atau masih di atas standar WHO sebesar 5 persen.

Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman mengingatkan Anies untuk tidak terjebak hanya pada perkara testing. Sebab, kata dia, cakupan testing yang tinggi tidak serta merta menurunkan penambahan kasus positif Covid-19.

“Artinya, jumlah cakupan testing-nya itu tidak berarti ketika sudah sesuai target WHO 1/1.000 per minggu atau lebih dari itu sudah menjamin penurunan kasus, tidak,” tutur dia saat dihubungi rekan media, Jumat (23/10).

Tingginya testing yang diiringi dengan penambahan jumlah kasus cukup tinggi, menurut dugaan Dicky, menunjukkan masih banyak kasus positif Covid-19 di Jakarta yang belum terdeteksi.

“Artinya mereka akan terus menularkan kalau tidak segera ditemukan,” kata Dicky.

Untuk menekan kasus, Dicky menuturkan testing seharusnya terintegrasi dengan upaya lain yakni tracing dan treatment  alias 3T.

Ketiga hal itu harus berjalan beriringan, tanpa ada yang lebih dominan satu sama lain.Dalam kasus Jakarta, Dicky mengatakan testing yang tinggi setidaknya harus dibarengi tracing atau pelacakan yang juga tinggi.

Minimal, Pemprov DKI harus bisa melacak hingga 80 persen dari kasus kontak teridentifikasi. Dugaannya, untuk masalah pelacakan ini Jakarta masih di bawah 50 persen.

“Walau testing Jakarta tinggi, tracing  masih jauh dari optimal, masih di bawah 50 persen. Tidak aneh bila Jakarta terus bertambah kasusnya, belum menurun,” ujar dia.

Ia menambahkan, DKI juga perlu bekerja sama dengan daerah-daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk menurunkan kasus positif.

Jakarta tak bisa sendirian menangani kasus Covid meski punya kapasitas testing tertinggi dibandingkan daerah lain. Sebab, katanya, ada banyak warga kota-kota penyangga yang beraktivitas di ibu kota.

“Kalau tidak, tidak akan berhenti sampai mayoritas terinfeksi, dan itu bisa bertahun-tahun seperti itu. Ini yang harus dibangun adalah sinergi dengan daerah,” ujar Dicky.

(*/luk)

Komentar