Kasus Mutasi Tanpa Prosedur dan PHK Sepihak PT Steril Medical Indonesia Disidangkan di Pengadilan Hubungan Industrial

JurnalPatroliNews – Jakarta – Sebuah perkara ketenagakerjaan sedang diproses di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta Pusat. Perkara tersebut melibatkan Williansyah (selaku penggugat) yang melayangkan gugatan terhadap tempat kerjanya, PT Steril Medical Indonesia (tergugat), atas dugaan pelanggaran dalam proses mutasi dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kasus ini muncul setelah terjadinya mutasi dari kantor penggugat di Tangerang ke lokasi baru di Pekanbaru, Riau, yang dilakukan secara mendadak pada 20 Juni 2023. Penggugat menolak mutasi tersebut dengan alasan tidak adanya pemberitahuan yang layak, tidak sesuai prosedur, serta kendala finansial untuk melakukan relokasi.

Pihak penggugat melalui Law Firm Nur Mawardi & Yanuar Setiawan menyatakan bahwa tindakan mutasi tersebut tidak hanya menyalahi prosedur ketenagakerjaan, tetapi juga disinyalir sebagai bentuk tekanan agar pekerja mundur secara sukarela. Langkah perusahaan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjunjung prinsip transparansi, keadilan, dan non-diskriminatif dalam penempatan tenaga kerja.

Permasalahan bermula dari email yang dikirimkan Williansyah pada Juni 2023, yang mempertanyakan prosedur transaksi internal perusahaan. Tindakan tersebut diyakini menjadi pemicu terbitnya surat mutasi secara tiba-tiba.

Tak lama setelah penolakan terhadap mutasi, perusahaan melayangkan dua surat pemanggilan bipartit, masing-masing pada 21 Juli 2023 dan 7 September 2023. Namun, upaya pertemuan tersebut gagal mencapai titik temu.

Kemudian, pada 4 September 2023, penggugat mengajukan permohonan mediasi ke Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Jakarta Barat. Sayangnya, mediasi yang digelar pada 11 Oktober 2023 juga tidak menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak.

Menurut kuasa hukum penggugat, tindakan mutasi sepihak yang tidak disertai dengan prosedur serta surat panggilan yang tidak disampaikan langsung, merupakan bentuk PHK sepihak. Hal ini disebut melanggar Pasal 151 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menegaskan bahwa pemutusan hubungan kerja harus melalui proses perundingan antara perusahaan dengan pekerja atau serikat pekerja.

Dalam gugatannya, Williansyah meminta pengadilan untuk membatalkan secara hukum keputusan mutasi ke Pekanbaru serta menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengundurkan diri. Ia juga menuntut agar tindakan yang diambil perusahaan dinyatakan sebagai PHK sepihak yang tidak sah.

Selain itu, ia menuntut pembayaran kompensasi senilai ratusan juta rupiah sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Gugatan ini menjadi perhatian karena menyangkut isu penting mengenai perlindungan hak pekerja dan komitmen perusahaan terhadap hukum ketenagakerjaan di Indonesia.

Putusan akhir dari sidang PHI Jakarta Pusat akan menjadi penentu keadilan bagi penggugat serta menjadi preseden penting bagi kasus serupa di masa mendatang.

Komentar