Kembalikan Ke Nomenklatur Awal, PDIP Ingin RUU HIP Jadi RUU PIP

JurnalPatroliNews – Jakarta – Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ahmad Basarah mengusulkan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dikembalikan ke nomenklatur awalnya menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila.

Basarah pun mengakui sejak awal PDIP hanya menginginkan undang-undang yang berfungsi sebagai payung hukum yang dapat mengatur wewenang, tugas, dan fungsi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dalam pembinaan ideologi bangsa.

“Kami menginginkan agar nama RUU HIP dikembalikan sesuai nomenklatur awal dengan nama RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU PIP),” kata kata Basarah dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu, 27 Juni 2020.

Dalam daftar Program Legislastif Nasional (Prolegnas) 2020 yang ditetapkan Januari lalu, memang tercantum RUU Pembinaan Ideologi Pancasila bukan RUU Haluan Ideologi Pancasila. Namun yang kemudian ditetapkan menjadi usul inisiatif DPR pada 13 Mei 2020 adalah RUU HIP.

Basarah mengatakan materi muatan hukum RUU PIP itu hanya mengatur tentang tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan tentang pembinaan ideologi Pancasila. RUU itu, kata dia, juga tak perlu membuat pasal-pasal yang menafsir falsafah sila-sila Pancasila menjadi norma hukum undang-undang.

“Karena Pancasila sebagai sebuah norma dasar (grundnorm) yang mengandung nilai-nilai falsafah dasar negara bersifat meta-legal dan tidak dapat diturunkan derajat hukumnya menjadi norma hukum,” ucap Basarah.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini mengatakan legalitas Pancasila juga tak bisa diatur dalam hirarki norma hukum apa pun. Sebab, Pancasila adalah sumber dari segala sumber pembentukan hukum.

PDIP, kata Basarah, menilai pembinaan ideologi Pancasila akan lebih luas dan representatif jika diatur dalam payung undang-undang, baik dari segi pengaturan, pembentukan norma hukum, maupun spektrum pengawasan.

Alasannya karena melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat dan partisipasi masyarakat luas, ketimbang hanya diatur dengan peraturan presiden yang bersifat politik hukum dan diskresi presiden.

“Cara pengaturan lewat undang-undang seperti ini diharapkan dapat menghindarkan diri dari praktek pembinaan ideologi Pancasila di era Orde Baru dulu yang bersifat “top down” dan indoktrinatif tanpa ruang partisipasi masyarakat luas,” ujar Basarah.

Basarah melanjutkan, jika draf RUU HIP oleh Badan Legislasi DPR dinilai punya kekeliruan dan kekurangan, harusnya hal ini dianggap suatu hal wajar. Sebab, kata dia, banyak anggota fraksi partai politik yang turut dalam pembahasan yang harus dihormati hak bicara dan hak suaranya.

Ia mengatakan kritik, saran, dan pendapat masyarakat luas akan didengarkan, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, purnawirawan TNI/Polri, dan lainnya.

PDIP, kata Basarah, menghormati sikap pemerintah menunda pembahasan RUU HIP. Namun ia menyebut saat ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk saling mendengarkan dan bermusyawarah.

“Untuk sampai kepada pemufakatan yang arif dan bijaksana yang didasarkan pada satu semangat menjaga dan melestarikan Pancasila warisan para pendiri bangsa kepada anak cucu kita,” kata Basarah.

(lk/*)

Komentar